Selasa, 29 Mei 2012

antropologi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Weton atau hari lahir dalam budaya Jawa adalah suatu hal yang sangat penting. Dalam ilmu perhitungan Jawa, sifat sifat dan perjalanan kehidupan seseorang bisa dibaca dari weton atau hari lahirnya. Dalam falsafah Jawa, ilmu atau catatan tentang hal ini disebut juga sebagai “Ilmu Titen” atau bahasa kerennya “Ilmu Observasi” atau ilmu yang didapat dan disusun leluhur orang Jawa dulu dari hasil pengamatan kemudian dicatat, dan jadilah semacam petunjuk hidup bagi orang-orang Jawa sekarang.
Setiap weton atau hari lahir mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Misalkan, seorang yang lahir pada hari Rabu berweton Wage, biasanya akan berwatak bisa dipercaya dan gampang bergaul, namun mempunyai sifat peragu dalam menentukan suatu hal di kehidupannya.
Puasa Weton adalah puasa yang dilakukan pada hari kelahiran berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang berputar selama 35 hari. Artinya diperingati setiap 35 hari sekali. Berbeda dengan acara ulang tahun yang diperingati setahun sekali.
Berangkat dari sinilah penulis mencoba memaparkan tentang seluk beluk mengenai Weton dan bentuk penghormatan Masyarakat Jawa tentang Ritual Wetonan tersebut..


1.2  Rumusan Masalah

1.3  Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Puasa Weton
Dalam bahasa Jawa “Weton” berasal dari kata dasar “Wetu” yang bermakna “keluar” atau lahir. Kemudian mendapat akhiran –an yang membentuknya menjadi kata benda. Yang disebut dengan weton adalah gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan kedunia. Misalnya Senin Pon, Rabu Wage, Jumat Legi atau lainnya. Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon adalah nama-nama pasaran. Berikut Jumlah Hari dan pasaran sesuai hitungan jawa:
Jadi pengertian Puasa Weton adalah puasa yang dilakukan pada hari kelahiran berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang berputar selama 35 hari. Artinya diperingati setiap 35 hari sekali. Berbeda dengan acara ulang tahun yang diperingati setahun sekali.
Amalan Puasa Weton merupakan ajaran mulia dari para leluhur, guna menghayati dan menghargai kelahirannya diri kita ke alam dunia ini. Falsafah sederhana puasa weton ini adalah hari lahir merupakan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Jadi pada hari tersebut, kembali kita mengingat kasih Tuhan yang begitu besar dalam hidup kita. Dengan harapan, agar kita ingat bahwa lahirnya manusia dimuka bumi ini membawa kodrat.

2.2 Puasa Weton Ditinjau Dari Segi Agama
Amalan puasa Weton memang tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah. Sebab ini adalah salah satu cara para leluhur Jawa berpuasa. Tidak ada hubungan dengan aliran agama tertentu. Jadi boleh diamalkan oleh semua orang, apapun agama dan keyakinannya. Walaupun demikian sesungguhnya amalan ini tersirat dari perilaku puasa Rasulullah Muhammad SAW. Bisa disimak hadist tentang puasa Sunah Senin-Kamis. Seperti hadist berikut ini.
Nabi ditanya tentang puasa hari Senin lalu beliau menjawab, “Itu adalah hari dimana aku dilahirkan, dan hari dimana aku diutuskan sebagai Nabi, atau dimana diturunkannya wahyu pertama padaku”. (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i, sanadnya shahih).
Dari Hadist tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Islam boleh hukumnya mengkhususkan ibadah pada hari tertentu yang dianggap memiliki arti istimewa (baik). Juga diperbolehkan memperingati hari lahir dengan berpuasa. Atau beribadah sunnat lainnya karena ittiba’ (mengikuti) kepada Nabi SAW saat hari kelahirannya. Dan ini tidak termasuk kategory bid’ah yang dilarang seperti yang sering dituduhkan segelintir golongan umat Islam.

2.3 Ritual Puasa Weton
Dalam kaitannya dengan weton, orang Jawa memiliki tradisi yang disebut “selapanan”, yaitu memperingati weton kelahiran, yang berputar selama 35 hari itu dengan melakukan lelaku prihatin. Misalnya dengan lelaku berpuasa “ngapit”, mutih, melek (tidak tidur) dan menyediakan sesaji sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME.
Yang dimaksud dengan Puasa Ngapit adalah berpuasa 3 hari, yaitu pada hari weton, ditambah 1 hari sebelum dan sehari sesudahnya. Ada pula yang cukup dengan ritual Mutih, yaitu selama beberapa hari hanya makan nasi putih dan air putih tawar saja tanpa puasa, jadi boleh makan-minum kapan saja. Ada juga lelaku puasa 3 hari sebelum hari weton, 5 hari sebelum weton dan berbagai jenis cara puasa lainnya.
Adapula ritual melek (tidak tidur) selama 24 jam yang dimulai dari saat Matahari terbenam saat masuk hari wetonnya. Dan diakhiri ketika matahari terbenam dihari wetonnya. Sambil menghidangkan sesaji berupa variasi 4 warna bubur dan sesaji lainnya yang memiliki arti simbolik yang luhur.
Dan masih ada berbagai macam jenis tatacara ritual lainnya yang berkembang di masyarakat dalam rangka memperingati Weton Kelahiran ini. Walaupun tatacara berbeda-beda tetapi intinya sama yaitu sebagai bentuk lelaku prihatin (riyadhoh). Acara ini sangat jauh berbeda dengan acara ulang tahun jaman sekarang, yang cenderung bernuansa hura-hura bahkan suka cita yang berlebihan dan mengumbar perbuatan asusila.

2.4 Puasa Apit Weton
Adapun tatacara puasa apit weton cukup sederhana saja. Puasa seperti biasa, akan tetapi jamnya lebih fleksibel yang penting dilakukan antara 12 s/d 24 jam. Boleh makan sahur atau tidak makan sahur terlebih dahulu. Puasa apit weton tentu saja dilakukan pada satu hari sebelum weton dan satu hari sesudah weton. Misalnya weton Andi Sabtu Pahing, maka puasa apit weton dilakukan pada hari Jumat Legi dan Minggu Pon. Selama melakukan puasa apit weton harus melakukan sesirih pula. Sesirih maksudnya menjaga kesucian lahir dan batin, diawali dengan mandi sekujur tubuh (dapat pula dilakukan dengan mandi kembang setaman pada jam 00.00) di malam menjelang pelaksanaan puasa apit weton). Sesirih berarti pula tidak boleh melakukan hubungan seks selama melakukan ritual tersebut.
Adapun niat puasa apit weton adalah sebagai berikut :
Niat ingsun poso weton, sing poso lair lan batinku. Kakang-kawah adi ari-ari, sedulurku papat keblat, lan kelimo pancer, manjingo anunggil ing jero badan sariraku, curigo manjing warangka, warangka manjing curigo, sun jumeneng roroning atunggil, dumung manunggal kalayan Gusti. Saka kersaning Gusti.
Sebelum niat tersebut diucapkan, lakukan patrap semedi atau meditasi dalam waktu sejenak hingga mencapai kedamaian, ketentraman hati dan keheningan rasa. Selanjutnya ucapkan niat tersebut di dalam batin. Biasanya pada saat mengucap niat tersebut tubuh akan terasa seperti ada getaran energi yang mengalir dari ubun-ubun menjalar ke bawah hingga ujung kaki. Kadang getaran muncul di seputar tulang ekor, kemudian menjalar ke atas hingga ubun-ubun dan terasa sampai ujung kaki dan kedua telapak tangan.

2.5 Selamatan / Bancakan Weton
Selamatan weton dilakukan tepat pada hari weton. Dalam tradisi Jawa, setiap orang seyogyanya dibuatkan bancakan weton minimal sekali selama seumur hidup. Namun akan lebih baik dilakukan paling tidak setahun sekali. Apabila seseorang sudah merasakan sering mengalami kesialan (sebel-sial), ketidakberuntungan, selalu mengalami kejadian buruk, lepas kendali, biasanya dapat berubah menjadi lebih baik setelah dilakukan bancakan weton. Bagi seseorang yang sudah sedemikian parah tabiat dan kelakuannya, dapat dibancaki weton selama 7 kali berturut-turut, artinya setiap 35 hari dilakukan bancakan weton untuk yang bersangkutan, berarti bancakan weton dilakukan lebih kurang selama 8 bulan berturut-turut.

2.6 Tata Cara Selamatan Wetonan Untuk Bayi
Setiap anak baru lahir, orang tuanya membuat bancakan weton pertama kali biasanya pada saat usia bayi menginjak hari ke 35 (selapan hari). Bancakan weton dapat dilaksanakan tepat pada acara upacara selapanan atau selamatan ulang weton yang pertama kali. Anak yang sering dibuatkan bancakan weton secara rutin oleh orangtuanya, biasanya hidupnya:

1)      lebih terkendali,
2)      lebih berkualitas atau bermutu,
3)      lebih hati-hati,
4)      tidak liar dan ceroboh, dan
5)      jarang sekali mengalami sial.
Bahkan seorang anak yang sakit-sakitan, sering jatuh hingga berdarah-darah, nakal bukan kepalang, setelah dibuatkan bancakan weton si anak tidak lagi sakit-sakitan, dan tidak nakal lagi. Dalam beberapa kasus seorang anak sakit panas, sudah di bawa periksa dokter tetap belum ada tanda-tanda sembuh, lalu setelah dibuatkan bancakan weton hanya selang 2 jam sakit demannya langsung sembuh.
Dalam tradisi Jawa dikenal acara SELAPANAN atau selamatan bayi pada usia yang ke 35 (selapan) hari. Pada hari ke 35 bayi ulang weton yang pertama. Adapun selamatan menggunakan ubo rampe atau syarat-syarat perlengkapannya yang terdiri sebagai berikut:
1)      Tumpeng weton;
2)      Sayur 7 macam bebas memilih apa saja namun harus ada kangkung dan kacang panjangnya. Semua sayur direbus, dan boleh dipotong-potong, kecuali ; kangkung dan kacang panjang;
3)      Telor ayam direbus sebanyak 7 atau 11 atau 17 butir. Dikupas kulitnya, lalu disajikan utuh atau dibelah dua;
4)      Cabai, bawang merah;
5)      Bumbu gudangan/urap TIDAK PEDAS, bahannya ; kelapa setengah muda (kemelas) diparut disertai bumbu-bumbu ; sereh, daun jeruk purut, tumbar, salam, laos, gula jawa, garam, bawang merah (agak banyak), bawang putih (sedikit);
6)      saringan santan dari bambu;
7)      Buah-buahan sebanyak 7 macam ; harus dengan pisang raja;
8)      Kembang setaman;
9)      Bubur 7 rupa ; bahan dasar bubur putih atau gurih (santan dan garam) dan bubur merah atau bubur manis (ditambah gula jawa dan garam secukupnya);
10)  Kembang setaman (mawar putih dan merah, kanthil, melati, kenanga).
Selamatan weton bayi (selapanan/35 hari) ini berbeda dengan selamatan weton untuk yang sudah dewasa yakni; bumbu gudangan tidak pedas, tidak menggunakan jajan pasar, dan kacang tanah serta ketela.
Tumpeng weton dan seluruh uborampenya hendaknya diletakkan di kamar/ di atas tempat tidur yg dibancaki weton.  Setelah itu di haturkan/didoakan, barulah boleh dimakan bersama-sama.
Setelah seluruh uborampe bancakan weton selesai dibuat. Selanjutnya diucapkan mantra dan doa, usahakan yang mengucap mantra atau doa dilakukan oleh orang yang dianggap sebagai pepunden yang masih hidup. Misalnya orang tua, bude, bulik, atau orang yang dituakan/hormati. Adapun doa dan rapalnya secara singkat dan sederhana sebagai berikut:
Nini among Kaki among, ngaturaken pisungsung kagem para leluhur ingkang sami nurunaken jabang bayine…. (diisi nama anak/orang yang diwetoni) mugi tansah kersa njangkung lan njampangi lampahipun, dados lare/tiyang ingkang tansah hambeg utama, wilujeng rahayu, mulya,  sentosa lan raharja. Wilujeng rahayu kang tinemu, bondo lan bejo kang teko. Kabeh saka kersaning Gusti.
Arti dan maknanya kurang-lebih sebagai berikut: Para pengasuh lahir dan batinku (kakang kawah adi ari-ari, sedulur papat keblat dan kelima pancer), dan seluruh leluhur pendahulu si jabang bayi … (sebutkan nama anak atau orang yang dibancaki weton), ijinkan saya menghaturkan segala uborampe bancakan weton sebagai wujud rasa menghargai, rasa hormat, dan terimakasih. Semoga selalu bersedia untuk membimbing dan mengarahkan dalam setiap langkah. Agar menjadi orang yang berifat mulia, luhur budi pekerti, bermanfaat untuk seluruh makhluk. Selalu mendapat keselamatan  dan kesentosaan, dan selalu mendapakan keberuntungan kapan dan di manapun berada.
Setelah bancakan, tinggalkan sebentar sekitar 10-20 menit lalu dihidangkan di ruang makan atau diedarkan ke para tetangga untuk dimakan bersama-sama.  Usahakan agar semakin banyak yang ikut menikmati hidangan bancakan weton supaya rejeki yang dibancaki sumrambah (bermanfaat dan berkah) untuk banyak orang. Hendaknya dimakan sebanyak minimal 7 orang, jika mungkin semakin banyak akan lebih baik lagi misalnya 11 orang atau 17 orang. Jumlah 7 artinya pitu, yakni agar mendapatkan pitulungan atau pertolongan dari Tuhan YME. Jumlah 11 artinya sewelas, yakni agar mendapatkan kawelasan atau belas kasih Tuhan YME. Jumlah 17 artinya pitulas, yakni agar mendapatkan pitulungan dan kawelasan dari Tuhan YME.
Selamatan weton bayi (selapanan/35 hari) ini berbeda dengan selamatan weton untuk yang sudah dewasa .Perbedaannya sedikit,yakni:
1)      Bumbu gudangan pedas;
2)      Ditambah jajan pasar;
3)      Ditambah kacang tanah dan ubi yang direbus.

2.7 Manfaat Selamatan / Bancakan
Manfaat dan tujuan bancakan weton diibaratkan untuk “ngopahi sing momong”, karena masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong) atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik. Pamomong bertugas selalu membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, supaya lakune selalu pener, dan pas.
Pamomong sebisanya selalu menjaga agar kita  bisa terhindar dari perilaku yang keliru, tidak tepat, ceroboh, merugikan. Antara pamomong dengan yang diemong seringkali terjadi kekuatan tarik-menarik. 
Pamomong menggerakkan ke arah kareping rahsa, atau mengajak kepada hal-hal baik dan positif,  sementara yang diemong cenderung menuruti rahsaning karep, ingin melakukan hal-hal semaunya sendiri, menuruti keinginan negatif,  dengan mengabaikan kaidah-kaidah hidup dan melawan tatanan yang akan mencelakai diri pribadi, bahkan merusak ketenangan dan ketentraman masyarakat. Antara pamomong dengan yang diemong terjadi tarik menarik, Dalam rangka tarik-menarik ini,  pamomong tidak selalu memenangkan “pertarungan” alias kalah dengan yang diemong. Dalam situasi demikian yang diemong lebih condong untuk selalu mengikuti rahsaning karep (nafsu). Bahkan tak jarang apabila seseorang kelakuannya sudah tak terkendali atau disordersing momong biasanya sudah enggan untuk memberikan bimbingan dan asuhan. Termasuk juga bila yang diemong mengidap penyakit jiwa. Seseorang yang sudah mengalami disorder misalnya kelakuannya liar dan bejat, sering mencelakai orang lain, ternyata pamomong akhirnya meninggalkan yang diemong karena sudah enggan memberikan bimbingan dan  asuhan kepada seseorang tersebut. Pamomong sudah tidak  lagi mampu mengarahkan dan membimbingnya. Apapun yang dilakukan untuk mengarahkan kepada segala kebaikan, sudah sia-sia saja.
Kebanyakan kasus pada seseorang yang mengalami disorder biasanya sang pamomong-nya diabaikan, tidak dihargai sebagaimana mestinya padahal pamomong selalu mencurahkan perhatian kepada yang diemong, selalu mengajak kepada yang baik, tepat, pener dan pas. Sehingga hampir tidak pernah terjadi interaksi antara diri kita dengan yang momong. Dalam tradisi Jawa, interaksi sebagai bentuk penghargaan kepada pamomong, apalagi diopahi dengan cara membuat bancakan weton.
Eksistensi pamomong oleh sebagian orang dianggapnya sepele bahkan sekedar mempercayai keberadaannya  saja dianggap sirik. Tetapi bagi orang yang mengakui eksistensi dan memperlakukan secara bijak akan benar-benar menyaksikan daya efektifitasnya. Kemampuan diri juga akan lebih optimal jika dibanding dengan orang yang tidak pernah melaksanakan bancakan weton. Hal itu tidak lain karena daya metafisis seseorang akan lebih maksimal bekerja. Katakanlah, antara batin dan lahir akan lebih seimbang, harmonis dan sinergis, serta keduanya baik fisik dan metafisik akan menjalankan fungsinya secara optimal untuk saling melengkapi dan menutup kelemahan yang ada. Bancakan weton juga tersirat makna, penyelarasan antara lahir dengan batin, antara jasad dan sukma, antara alam sadar dan bawah sadar.

2.8 Sang Pamomong
Pamomong, atau sing momong, adalah esensi energy yang selalu mengajak, mengarahkan, membimbing dan mengasuh diri  kepada sesuatu yang tepat, pas dan  pener dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Esensi energy dapat dirasakan bagaikan medan listrik, yang mudah dirasakan tetapi sulit dilihat dengan mata wadag.
Jika eksistensi listrik dipercaya ada, karena bisa dirasakan dan dibuktikan secara ilmiah. Sementara itu eksistensi pamomong sejauh ini memang bisa dirasakan, dan bagi masyarakat yang masih awam pembuktiannya masih terbatas pada prinsip-prinsip silogisme setelah menyaksikan dan mersakan realitas empiris. Pamomong diakui eksistensinya setelah melalui proses konklusi dari pengalaman unik (unique experience) yang berulang terjadi pada diri sendiri dan yang dialami banyakan orang.  Lain halnya bagi sebagian masyarakat yang pencapaian spiritualitasnya sudah memadai dapat pembuktiannya  tidak hanya sekedar merasakan saja, namun dapat menyaksikan atau melihat dengan jelas siapa sejatinya sang pamomong masing-masing diri kita.

2.9  Manfaat Puasa dan Selamatan Weton
Dari penghayatan dan pengamalan ritual weton yang luhur ini tentu akan membawa dampak baik bagi para pengamalnya. Antara lain :
Ø  Sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME dan rasa terimakasih kepada kedua orang tua. Meningkatkan iman kepada Tuhan, dan berbakti kepada orang tua;
Ø  Sebagai salah satu momen untuk berintropeksi diri, ingat kembali kepada kodrat dan tugas sebagai manusia di muka bumi;
Ø  Kembali mengenal setiap unsur yang menyertai diri manusia hidup dimuka bumi ini, yaitu para Sedulur Sejati. Ada pula yang mengartikan Sedulur Papat Kalimo Pancer;
Ø  InsyaAllah, dari pengalaman telah terbukti dapat membawa dampak baik bagi kerejekian para pengamalnya. Akan membuka pintu rejeki yang luas dari segala penjuru mata angin;
Ø  Diberikan keselamatan dari segala macam bahaya yang nyata maupun magis (sihir).
Ø  Dan berbagai manfaat positif lainnya sesuai dengan penghayatan yang bisa dicapai oleh para pengamalnya;
Ø  Semua bisa terjadi bila semata-mata ada rahmat dari Tuhan Yang Maha Welas Asih.


Galeri Foto
        Tumpeng Bancakan Weton                                        

                                                   
Dari bawah : Cobek, Kalo,                                                  Cobek, sampah, uang logam
Daun Pisang,Tumpeng        

                                 
Pisang Raja                                                                            Bunga setaman & Ragam minuman

                                                 
Bubur 7 Rupa                                                                       Tumpeng, Sayuran & Telur

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Puasa Weton adalah puasa yang dilakukan pada hari kelahiran berdasarkan perhitungan kalender Jawa yang berputar selama 35 hari. Artinya diperingati setiap 35 hari sekali. Berbeda dengan acara ulang tahun yang diperingati setahun sekali.
Amalan Puasa Weton merupakan ajaran mulia dari para leluhur, guna menghayati dan menghargai kelahirannya diri kita ke alam dunia ini. Falsafah sederhana puasa weton ini adalah hari lahir merupakan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Jadi pada hari tersebut, kembali kita mengingat kasih Tuhan yang begitu besar dalam hidup kita. Dengan harapan, agar kita ingat bahwa lahirnya manusia dimuka bumi ini membawa kodrat.
Orang Jawa memiliki tradisi yang disebut “selapanan”, yaitu memperingati weton kelahiran, yang berputar selama 35 hari itu dengan melakukan lelaku prihatin. Misalnya dengan lelaku berpuasa “ngapit”, mutih, melek (tidak tidur) dan menyediakan sesaji sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME.
Selamatan weton dilakukan tepat pada hari weton. Dalam tradisi Jawa, setiap orang seyogyanya dibuatkan bancakan weton minimal sekali selama seumur hidup. Namun akan lebih baik dilakukan paling tidak setahun sekali. Apabila seseorang sudah merasakan sering mengalami kesialan (sebel-sial), ketidakberuntungan, selalu mengalami kejadian buruk, lepas kendali, biasanya dapat berubah menjadi lebih baik setelah dilakukan bancakan weton. Bagi seseorang yang sudah sedemikian parah tabiat dan kelakuannya, dapat dibancaki weton selama 7 kali berturut-turut, artinya setiap 35 hari dilakukan bancakan weton untuk yang bersangkutan, berarti bancakan weton dilakukan lebih kurang selama 8 bulan berturut-turut.
Manfaat dan tujuan bancakan weton diibaratkan untuk “ngopahi sing momong”, karena masyarakat Jawa percaya dan memahami jika setiap orang ada yang momong (pamomong) atau “pengasuh dan pembimbing” secara metafisik. Pamomong bertugas selalu membimbing dan mengarahkan agar seseorang tidak salah langkah, supaya lakune selalu pener, dan pas.



DAFTAR PUSTAKA
1)      Chodjim,Achmad. Makrifat dan Makna Kehidupan. PT. Serambi Ilmu Semesta Jakarta.2007
2)      Chodjim,Achmad. Mistik dan Makrifat Sunan Kalijaga. PT. Serambi Ilmu Semesta Jakarta. 2003
3)      Maksum, Ali, M.A.Drs. Tassawuf Sebagai Pembebasan Manusia Modern.Pusat Studi Agama, Politik, dan Masyarakat Surabaya. 2002
4)      Cerita Leluhur turun-temurun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar