Selasa, 29 Mei 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Restorasi meiji telah berhasil mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara Jepang. Jepang menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara Barat. Ambisi imperialisme Jepang menyebabkan Jepang terlibat dalam peperangan. Untungnya,dalam setiap peperangan jepang selalu mendapat kemenangan. Perang Cina–Jepang I (1894–1895) dimenangkan oleh Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Shimonoseki(1895). Hasilnya, Jepang memperoleh Kepulauan Pescadores dan Taiwan. Perang Rusia–Jepang (1904–1905) dimenangkan oleh pihak Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Portsmouth (1905). Hasilnya Jepang mendapatkan Shakalin Selatan dan menggantikan posisi Rusia di Manchuria. Kemenangan Jepang ini memberikan pengaruh yang besar bagi tumbuhnya nasionalisme di negara-negara Asia dan Afrika. Hal ini menarik untuk kita kaji bersama, karena proses imperialisme jepang menjadi awal dari bangkitnya nasionalisme negara-negara di asia, sehingga hal tersebut menjadi cukup menarik untuk kita bahas. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Faktor-faktor apa saja yang mendorong Negara Jepang menjadi negara Imperialis? 1.2.2 Bagaiamankah perang Cina melawan Jepang ? 1.2.3 Bagaimanakah perang Rusia melawan Jepang ? 1.3 Tujuan Masalah 1.3.1 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong Negara Jepang menjadi negara Imperialis! 1.3.2 Untuk mengetahui perang Cina melawan Jepang ! 1.3.3 Untuk mengetahui perang Rusia melawan Jepang ! BAB II PEMBAHASAN 2.1 Fakto pendorong Jepang menjadi Negara imperialis Munculnye Jepang menjadi negara imperialisme pada awalnya di latar belakangi dari proses restorasi yang terjadi di jepang, hal itu kemudian menbawa kemajuan yang cukup pesat bagi jepang dalam berbagai sektor. jepang berhasil menjadi negara maju, modern dan sejajar dengan negara-negara baratnya lainnya, hal tersebut kemudian menimbulkan keinginan dan ambisi untuk melakukan imperialisme terhadap negara-negara lain, hal tersebut di latarbelakangi oleh hal-hal berikut 2.1.1 Pertumbuhan Penduduk Kepulauan Jepang yang terletak di lepas pantai timur benua Asia membentang seperti busur ramping sepanjang 3.800 km dengan luas total 377.815 km persegi, sedikit lebih luas dari Inggris, hanya sepersembilan dari luas Amerika Serikat. Sebelum Restorasi Meiji (1868) Jepang sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian. Akan tetapi sejak modernisasi yang dijalankan oleh Kaisar Meiji, Jepang mulai mengembangkan insustri dalam negeri. Memasuki abad ke-20, Jepang telah tumbuh menjadi negara modern dan negara industri pertama di Asia. Perkembangan yang mengagumkan itu sebaliknya membawa dampak yang tidak diinginkan sama sekali. Kemajuan-kemajuan tersebut diiringi pula dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat. Tentang perkembangan cacah jiwa penduduk di Jepang itu tercatat sebagai berikut: Tahun 1828 = 26,5 juta Tahun 1872 = 34,8 juta Tahun 1920 = 55,4 uta Tahun 1935 = 69,2 juta. Data di atas bermakna bahwa negara kepulauan yang miskin akan sumber alam tersebut kini menanggung jumlah penduduk yang sangat besar dalam luas yang relatif sempit. Kenyataan ini menjadi masalah yang meresahkan pemerintah Jepang. Karena dengan berlipatgandanya jumlah penduduk, menyebabkan Jepang menjadi negara minus. Sebagai jalan keluarnya, Jepang pada awalnya menempuh kebijakan dengan jalan emigrasi. Namun setelah negara-negara menutup pintu imigrasinya bagi bangsa Jepang menyebabkan Jepang menjadi kalap dan haus tanah. Didukung oleh persenjataan militer yang kuat dan modern, Jepang mulai melakukan petualangan-petualangan milter yang merisaukan dunia. Masalah kepadatan penduduk inilah yang menjadi awal kesulitan Jepang dan menjadi faktor yang cukup penting dalam kerangka imperialisme Jepang di Asia. 2.1.2 Retriksi (Pembatasan) Imigrasi Bangsa Jepang Sejarah emigrasi bangsa Jepang dimulai pda tahun 1868 dengan keberangkatan kapal yang memuat para pemukim Jepang yang pertama ke Hawaii. Pada tahun-tahun selanjutnya, Amerika Serikat dan Amerika Latin menjadi tujuan yang disukai oleh para emigran bangsa Jepang. Dalam waktu 70 tahun sebelum Perang Dunia II, jumlah orang Jepang yang beremigrasi adalah sekitar 700.000. Emigrasi bangsa Jepang ini kemudian terhenti setelah memuncaknya ketegangan antara Jepang dengan negara-negara Barat, dimana negara-negara di dunia menutup pintu untuk imigrasi dari Jepang, walaupun umpamanya wilayah Afrika maupun wilayah Amerika Selatan masing kosong dan luas. Untuk mengerahkan kelebihan penduduknya ke Asia atau Australia juga tidak memungkinkan karena negara-negara di Asia sudah dikuasai oleh imperialisme Barat yang nota-bene adalah musuh Jepang. Sementara itu Australia sudah lama menutup pintu imigrasinya bangsa bangsa non kulit putih, seperti yang dicatat oleh J.S. Siboro, bahwa: Dalam tahun 1880-1881 dan tahun 1888 diadakan konferensi antar koloni, dimana diputuskan bahwa semua koloni mengetatkan undang-undang imigrasinya. Antara tahun 1891 dan 1901, kebijaksanaan- kebijaksanaan untuk mempertahankan White Australia dikembangkan. Tujuannya adalah mencegah masuknya semua orang berkulit berwarna … Sesudah federasi terbentuk, kebijaksanaan ini dinyatakan juga dalam undang-undang tahun 1901 dan terkenal dengan nama Imigration Retriction Act. Maksudnya adalah mencegah masuknya imigran non kulit putih. Sebenarnya pembatasan imigrasi bangsa Jepang itu dilatarbelakangi oleh ketakutan bangsa Barat akan superioritas Jepang membahayakan kedudukan mereka di Asia. Hal ini bermula ketika Jepang berhasil mengalahkan Rusia dalam perang tahun 1905 dan muncul sebagai “bahaya kuning” di Asia Pasifik. Di Amerika, gejala kekhawatiran ini nampak lebih nyata. Para pelajar Amerika menunjukkan sikap anti terhadap para pelajar Jepang. Presiden Roosevelt yang menyadari hal ini segera mengambil langkah pembatasan terhadap arus imigrasi Jepang. Pada tahun 1924 Amerika menutup pintu imigrasinya serapat-rapatnya bagi Jepang, namun bangsa kulit putih boleh masuk meskipun dibatasi. Diskriminasi ini melukai hati orang Jepang dan dinilai sebagai paksaan untuk melakukan ekspansi keluar negeri. 2.1.3 Perkembangan Industri Jepang Proses modernisasi di Jepang sesungguhnya dimulai sejak pembukaan Jepang oleh Commodore Perry yang memaksa Jepang membuka beberapa pelabuhannya dan memberi konsesi pada negara-negara Barat. Setelah pembukaan Jepang dan berakhirnya politik “isolasi” pemerintah Bakufu yang berlangsung selama 200 tahun lebih (1639-1864), bangsa Jepang mulai menyadari ketinggalan-ketinggalan yang mereka alami. Perkembangan yang dicapai selama negara tertutup, ternyata tidak dapat mengimbangi kemajuan yang dicapai negara-negara Barat. Timbul kesadaran bahwa Jepang harus secepat mungkin mengadakan perubahan dan menyesuaikan diri pada perkembangan baru yang terjadi di negara-negara Barat kalau tidak ingin dijajah seperti bangsa-bangsa lainnya di Asia pada masa itu. Perubahan dan penyesuaian diri tersebut dikenal dengan Restorasi Meiji. Restorasi Meiji dalam arti sempit dapat diartikan sebagai pemulihan kembali Kaisar Meiji setelah penggulingan pemerintahan Tokugawa pada tanggal 3 Januari 1868 oleh kekuatan-kekuatan yang dipelopori oleh daerah-daerah Satsuma (sekarang propinsi Kagoshima), dan Coshu (sekarang propinsi Yamaguchi). Peristiwa tersebut telah membuka ke arah pembaharuan-pembaharuan dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, angkatan perang, dan lain-lain, serta meletakkan sendi-sendi bagi suatu Jepang modern. Ada beberapa faktor yang memungkinkan tercapainya modernisasi secara cepat. Pertama, dasar-dasar untuk mencapai modernisasi sebenarnya sudah ditanamkan sejak jaman Tokugawa yang berlangsung kira-kira dua setengah abad lamanya. Karena selama itu rakyat Jepang telah ditempah dalam persatuan dan kebiasaan patuh kepada pimpinan dengan kerelaan mengorbankan diri. Kepatuhan tersebut kemudian menjelma menjadi bentuk cita-cita nasional dengan kesetiaan kepada Tenno dan cinta tanah air. Semangat ini menjadi salah satu faktor yang mendorong tercapainya pembentukan masyarakat modern. Kedua, bangsa ini dari pembawaannya adalah bangsa yang ingin sekali belajar dari yang lain, berhasrat besar menerima pengetahuan itu dan melakukan perbaikan atasnya. Mottonya; “cari dan temukan praktek terbaik di seluruh dunia dan lakukan perbaikan atasnya.” Hal inilah yang menyebabkan Jepang mengalami “loncatan-loncatan” besar kemajuannya, seperti yang dicatat oleh Richard Deacon bahwa Jepang sesungguhnya telah beralih dari abad ke-17 ke abad ke-20 hanya dalam waktu 50-60 tahun. Pada tahun-tahun 1840-an kehidupan di Jepang kira-kira seperti kehidupan di Inggris dalam tahun-tahuan 1640-an. Menjelang tahun 1910, Jepang telah berperadaban tinggi dan modern. Ungkapan senada juga dikemukakan oleh Jacob Buckhard yang dikutip oleh Kenneth B. Pyle: Tiba-tiba saja proses sejarah telah dipercepat secara mengerikan. Sebaliknya perkembangan yang biasanya memakan waktu berabad-abad lamanya melompat cepat seperti makhluk halus (phantoms) dalam hitungan bulanan atau mingguan saja dan selesailah prosesnya. Masa Showa yang dimulai dengan naiknya Hirohito menjadi kaisar tahun 1926 menggantikan Kaisar Taisho (1912-1925), memberikan suasana yang penuh harapan. Perindustrian di negara ini terus berkembang yang ditandai dengan munculnya kota-kota industri baru. Perkembangan ini ditopang oleh kemajuan perdagangan luar negeri yang semakin meluas dari tahun ke tahun. Sehubungan dengan perkembangan industri dalam negeri, Jepang akhirnya mengalami kesulitan dalam hal penyediaan sumber bahan mentah berupa minyak, besi, batu bara, dan sebagainya dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini dikarenakan Jepang tidak memiliki sumber bahan mentah dalam negeri yang cukup untuk mensuplai kebutuhan industri-industrinya. Sementara itu kesulitan ekonomi yang melanda dunia pada jaman Malaise sekitar tahun tigapuluhan mendorong negara-negara di dunia memberlakukan tarif proteksi atas barang impor. Akibatnya Jepang kehilangan pasaran produksi industrinya. Kesulitan akan sumber bahan mentah dan daerah pasaran produksi menimbulkan imperialisme modern Jepang. Sebagai implikasinya, perhatian Jepang diarahkan untuk sumber bahan baku industri dan daerah pasaran hasil produksinya, yakni ke Manchuria, Tiongkok, demikian pula wilayah Asia Tenggara dan India. 2.1.4 Harga Diri Sebagai Negara Besar Perang Rusia-Jepang (1904-1905) berakhir dengan kemenangan Jepang. Ketika Jepang berhasil mengusir tentara Rusia di Manchuria dan menghancurkan armada Baltik Rusia di Laut Jepang. Dalam konferensi perdamaian yang diselenggarakan di Portsmouth, Amerika Serikat tahun 1905, Rusia mengakui hak-hak dan kepentingan Jepang di Korea, dan hak Jepang menyewa wilayah sewaan Kwantung, menyerahkan jalan kereta api Manchuria sebelah selatan Changchun dan tambang-tambang batu bara yang berdekatan, serta menyetujui penyerahan daerah Sakhalin yang terletak di bagian selatan garis melintang 5 derajat Utara kepada Jepang. Kemenangan itu telah memperkuat kepercayaan Jepang bahwa mereka mampu mengalahkan salah satu bangsa Eropa. Kemenangan itu juga menggugah bangsa Asia, bahwa tidak benar bangsa Eropa tidak dapat dikalahkan oleh bangsa kullit Asia. Kebangkitan nasionalisme terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia. Secara politis, peristiwa ini mengakibatkan naiknya keharuman nama Jepang di Timur Jauh dan Jepang muncul sebagai negara Asia terkuat dan disegani oleh negara-negara Barat. Jepang yang merasa dirinya sejajar dengan negara-negara Barat, dalam Konferensi Perdamaian (18 Januari 1919) menuntut diumumkannya statement tentang persamaan derajat bangsa-bangsa (racial equality). Namun usul tersebut ditolak. Bahkan dalam persetujuan kekuatan angkatan laut antara Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang yang ditandatangani setelah Perang Dunia I, Jepang tidak diperblehkan membangun angkatan laut sebesar AS dan Inggris, dan harus tunduk pada perbandingan 5:5:3. Penetapan ini menunjukkan arogansi Barat yang tidak menghendaki Jepang tergolong atau sama seperti mereka. Ketika itu Jepang yang telah menjadi negara kuat dan modern, ingin pula mengikuti jejak negara-negara besar yang pada saat itu dimabuk imperialisme. Namun dalam kenyataannya negara-negara di Asia dan Afrika sudah dibagi-bagi oleh kolonial Barat. Jepang yang tidak mendapat bagian merasa tidak adil. Mereka menyadari bahwa untuk mendapatkan wilayah jajahan, satu-satunya jalan hanyalah dengan menyerobot dan menyingkirkan kuasa-kuasa Barat yang sudah lama bercokol di Asia-Afrika, dan ini berarti Jepang harus mempergunakan kekuatan militernya. 2.1.5 Ajaran Shinto tentang Hakko-Ichi-U Shinto adalah agama asli Jepang yang berakar pada kepercayaan animis Jepang kuno. Kata Shinto berasal dari bahasa Tinghoa, “Shen” artinya roh, “Tao” berarti jalannya dunia, bumi, dan langit. Dengan demikian Shinto berarti perjalanan roh yang baik. Menurut kepercayaan orang Jepang, Dewa Matahari (Amaterasu Omikami) merupakan dewa yang tertinggi kedudukannya. Dan oleh karena kaisar dianggap sebagai keturunan serta wakilnya di bumi, maka mereka pun melakukan pemujaan terhadap kaisar. Melalui agama Shinto terjadilah pemujaan terhadap kekuasaan negara dengan Tenno sebagai lambangnya. Sejak Restorasi Meiji (1868), agama Shinto dijadikan agama negara dan mendapat kedudukan istimewa dalam pemerintahan. Pejabat-pejabat Shinto ditempatkan pada kedudukan penting dalam kabinet, dan doktrin-doktrin yang didasarkan pada Shinto dipropagandakan oleh pemerintah. Menurut Hasbulla Bakri bahwa agama Shinto ini memang mempunyai kelebihan, yakni dapat menarik hati golongan atas karena kekolotan mereka, dan dapat menarik hati golongan bawah karena takhyul mereka. Itulah sebabnya agama Shinto sering digunakan sebagai alat poltik. Menurut Shinto, Hakko-ichi-u itu diperintahkan oleh Jimmu Tenno (Tenno pertama ± 660 SM) sebagai dewa kepada bangsa Jepang untuk membentuk kekeluargaan yang meliputi seluruh dunia. Hakko-ichi-u dianggap sebagai titah dewa yang harus dilaksanakan. Selanjutnya Hakko-ichi-u diterangkan bahwa bangsa Jepang merupakan keluarga yang sah, sedangkan bangsa-bangsa lain tidak, karena itu Jepang boleh memperlakukannya dengan sewenang-wenang. Sebagai keluarga yang sah, Jepang berhak atas seluruh dunia agar dunia dapat disusun sebagai satu kekeluargaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hakko-ichi-u (dunia sebagai satu keluarga) adalah ajaran Shinto yang mengatakan bahwa Jepang harus menyusun dunia ini sebagai satu “keluarga besar”, dan Jepang bertindak sebagai “kepala keluarga”. Ajaran Hakko-ichi-u ini tentunya tak dapat terlaksana tanpa kemajuan yang telah dicapai oleh Jepang, terutama dalam bidang perdagangan dan industri. Ajaran tersebut telah ada sejak tahun 660 SM yang merupakan perintah dari Tenno, namun pada kenyataannya nanti pada abad ke-19 Jepang menjadi negara imperialis. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan yang dicapai setelah Restorasi Meiji merupakan faktor utama yang menyebabkan Jepang menjadi negara imperialis. 2.2 Perang Cina-Jepang 1 Setelah Restorasi Meiji, Jepang maju pesat dengan bantuan teknologi militer barat. Kekaisaran itu memaksa Joseon menandatangani Perjanjian Ganghwa pada tahun 1876. Jepang kembali menancapkan kukunya ke tanah Korea demi mencari sumber daya alam dan bahan pangan dengan membangun kekuatan ekonomi di semenanjung, suatu tanda dimulainya ekspansi ke Asia Timur. Perang Cina-Jepang Pertama (1 Agustus 1894–17 April 1895) adalah sebuah perang antara Dinasti Qing China dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Sebab-sebabnya antara lain adalah: sudah sejak lama Korea bergantung pada Cina, tetapi kemudian pengaruh Jepang terhadap Korea makin bertambah. Didalam negeri Korea terdapat dua golongan yang bertentangan; yaitu golongan Progresif yang menghendaki diadakannya modernisasi, golongan ini didukung oleh Jepang; dan golongan Konservatif yang berpihak pada Cina yang ingin mempertahankan kebiasaan tradisional. Tahun 1882, golongan konservatif mengadakan pemberontakan, yang disebut sebagai peristiwa Jingo atau peristiwa Seoul. Tahun 1884 golongan progresif mengadakan kudeta yang dibantu oleh Jepang, namun gerakan ini gagal. Kemudian diadakan perjanjian Tienshin, yang isinya, baik Cina maupun Jepang harus menarik tentaranya dari Korea Tahun 1894, Di Korea terjadi pemberontakan para petani menuntut perubahan di Korea. Pemerintah Korea meminta bantuan Cina, golongan progresif meminta bantuan Jepang,Sebuah pasukan dikirim dan mendarat di Korea. Sukses segera diperolehnya, tidak saja ketika melawan pasukan Korea, tetapi juga ketika berhadapan dengan pasukan Cina. Dalam waktu kurang dari setahun Korea diduduki, dan Cina meminta damai. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Dinasti Qing dan penandatanganan Perjanjian Shimonoseki pada tahun 1895 yang berakibat pada ganti rugi 30 miliar tael kepada Jepang. Pengaruh selanjutnya dari perang ini adalah pergantian dominansi regional Asia dari China kepada Jepang dan merupakan pukulan telak untuk Dinasti Qing dan tradisi China kuno. Isi perjanjian Shimonoseki adalah sebagai berikut : • Dinasti Qing mengakui kemerdekaan dan otonomi Dinasti Joseon secara penuh dan tanpa syarat. Sebagai akibat kemerdekaan dan otonomi, pembayaran upeti, barang persembahan, dan formalitas ke Dinasti Qing dihapus untuk selamanya. • Dinasti Qing menyerahkan hak atas wilayah berikut, termasuk semua benteng pertahanan, gudang senjata, dan aset pemerintah yang terkait kepada Jepang. • Dinasti Qing menyerahkan Semenanjung Liaodong, Formosa, dan Kepulauan Pescadores. • Dinasti Qing membayar pampasan perang ke Jepang sebanyak 200 juta kùpíng tail emas (sekitar 300 juta yen). • Dinasti Qing harus membuka kota Shashi, Chongqing, Suzhou, dan Hangzhou untuk perdagangan, tempat tinggal, industri dan manufaktur Jepang Akibat perang Cina-Jepang, tahap pertama revolusi industry yang berpusat pada industry ringan tercapai.(Taro Sakamoto :52). Industry jepang khususnya industry tekstil yang sudah berhasil dikembangkan, memperoleh daerah pasaran.(Sayidiman Suryohadiprojo :32). 2.3 Perang Rusia-Jepang Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia,Kekaisaran Jerman dan Republik III Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Angkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea. Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkan dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian.Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Perang tahun 1904 di Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Angkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka adalah menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu berkembang menjadi Pertempuran Port Arthur esok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov2 pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada akhir April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia. Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan- pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini adalah sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan. Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu. Perang ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu.Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Pertempuran Laut Port Arthur adalah pertempuran pembuka Perang Rusia-Jepang. Pertempuran dimulai dengan serangan tiba-tiba pada malam hari oleh skuadron kapal perusak Jepang yang dikomandani oleh Laksamana Heihachiro Togo serta wakilnya Laksamana Shigeto, terhadap armada Rusia (dikomandoni Oskar Victorovich Stark) yang berlabuh di Port Arthur, Manchuria, dan dilanjutkan dengan suatu pertempuran besar pagi berikutnya. Pertempuran berakhir tanpa hasil pasti, dan pertempuran-pertempuran kecil di sekitar Port Arthur terus berlangsung hingga Mei 1904. Perang ini menjatuhkan korban sebanyak 90 orang dari pihak Jepang dan 150 orang serta 7 kapal rusak. Pertempuran Tsushima atau Pertempuran Selat Tsushima adalah pertempuran laut terakhir dan paling menentukan sepanjang Perang Jepang- Rusia (1904±1905). Pertempuran terjadi di Selat Tsushima pada 27-28 Mei 1905 (14-15 Mei menurut kalender Julian yang waktu itu digunakan di Rusia) dan merupakan pertempuran laut terbesar di era kapal tempur Pra-Dreadnought3. Kapal-kapal uap dari Armada Gabungan Kekaisaran Jepang di bawah komando Laksamana Togo Heihachiro menghancurkan dua pertiga Armada Baltik Kekaisaran Rusia di bawah komando Laksamana Zinovy Rozhestvensky. Armada Baltik Rusia yang dikirim dari Eropa bertempur melawan Armada Gabungan Jepang di perairan Selat Tsushima antara Semenanjung Korea dan Jepang. Sebelumnya, 10 Agustus 1904, Armada Pasifik Rusia sudah berantakan dalam Pertempuran Laut Kuning dikalahkan armada Jepang. Armada Baltik berlayar melewati Laut Utara, dan menyebabkan insiden diplomatik di Dogger Bank (lepas pantai Inggris) akibat menyerang armada nelayan Britania. Pelayaran diteruskan melalui Afrika dan berlabuh di Indocina. Perjalanan begitu panjang dan meletihkan, dan akibatnya moral awak kapal mulai anjlok. Armada Baltik mulanya diperintahkan untuk membuka blokade Jepang terhadap Lüshunkou, tapi jauh sebelum Armada Baltik tiba, wilayah tersebut sudah jatuh ke tangan Jepang. Armada Baltik sedang berlayar ke pelabuhan Rusia di Vladivostok melewati wilayah perairan Selat Tsushima ketika ditemukan kapal penjelajah Jepang. Armada Baltik mempunyai tiga rute yang bisa dilewati untuk sampai di Vladivostok: Selat La Pérouse, Selat Tsugaru, dan Selat Tsushima. Laksamana Rozhestvensky memilih Selat Tsushima yang memisahkan Kyushu dan Semenanjung Korea. Selat Tsushima merupakan rute terdekat menuju Vladivostok. Dua rute lainnya adalah jalan memutar melewati Samudra Pasifik. Laksamana Togo yang berpangkalan di Busan, Semenanjung Korea sudah memperkirakan Selat Tsushima bakal dilewati armada Rusia. Era pertempuran laut modern dimulai ketika kedua belah armada mulai saling melepaskan tembakan meriam. Sebelum Pertempuran Tsushima, kapal-kapal dalam pertempuran laut melepaskan tembakan meriam pada jarak yang lebih dekat. Laksamana Togo unggul karena armada Rusia tidak bersiap menghadapi serangan. Sejak perang dimulai, awak kapal perang Jepang sudah terus-menerus berlatih menembakkan meriam dengan peluru sub-kaliber. Armada Laksamana Togo memiliki penembak meriam yang lebih unggul dan lebih sering mengenai sasaran. Selain itu, kualitas amunisi Jepang waktu itu lebih baik dibandingkan amunisi Rusia. Tembakan meriam kapal-kapal Jepang juga lebih akurat karena memiliki lebih banyak instrumen pengukur jarak dibandingkan kapal Rusia. Armada Baltik waktu itu sedang tidak dalam keadaan siap tempur. Selain 4 kapal perang terbaru kelas Borodino, Armada Baltik terdiri dari kapal model lama dan tidak terpelihara dengan baik. Pelayaran panjang menyebabkan bagian bawah lambung kapal kotor karena kurangnya waktu pemeliharaan. Akibatnya, kecepatan kapal Rusia menjadi berkurang.Kapal- kapal Laksamana Togo bisa memiliki kecepatan maksimum 16 knot (30 km/jam), sedangkan kapal-kapal Laksamana Rozhestvensky hanya memiliki kecepatan maksimum 9 knot (17 km/jam). Laksamana Togo memanfaatkan keunggulan manuver kapal-kapalnya, dan sempat melakukan taktik pertempuran laut Crossing the T sebanyak 2 kali. Laksamana Rozhestvensky tewas seketika akibat pecahan logam di kepala. Dalam sehari pada 27 Mei 1905, armada Rusia kehilangan kapal tempurKnyaz' Suvorov, Oslyabya, Emperor Alexander III, dan Borodino.Kapal-kapal Jepang hanya mengalami kerusakan ringan, terutama Kapal tempur Jepang Mikasa. Menjelang malam, Laksamana Muda Nebogatov mengambil alih komando armada Rusia. Di malam hari, kapal torpedo dan kapal perusak Jepang mulai memburu kapal-kapal armada Rusia yang berpencar dalam kelompok-kelompok kecil dan berusaha malarikan diri ke utara.Kapal tempur Navarin yang memang sudah tua, tenggelam.Kapal tempur Sisoy Veliki dan dua kapal. Dalam perang tersebut Rusia mengalami kekalahan yang amat memalukan. TenggelamnyaKapal tempur Rusia Varyag dan terbenuhnya komandan Armanda Pasifik Stepan Makarov bersama kapal Petropavlosk yang dipimpinnya, serta kekalahan skuadron II pasifik di Pulau Tsunima merupakan pukulan telak bagi prestise kekuatan militer Rusia. Berbagai kemenangan Jepang atas Rusia diakhiri dengan perjanjian damai di Portsmouth, Amerika Serikat pada September 1905. Rusia dan Jepang menandatangani perjanjian Portsmouth yang berisi penyerahan Manchuria, setengah dari pulau Sakhalin, dan Korea, kepada Jepang yang dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt. Dalam perjaniian tersebut, Rusia menyerahkan separuh dari Sakhalin kepada Jepang setelah perang mereka pada 1905 yang menandai menyatunya bangsa-bangsa Asia menjadi kekuatan global. Rusia menguasai kembali seluruh pulau itu pada 1945. Sementara itu, Jepang menerima penguasaan Rusia atas Sakhalin, pihaknya menuntut dikembalikannya empat pulau kecil di lepas pantai pulau Jepang utara, Hokkaido. Kemenangan jepang jepang yang gemilang membuka mata dunia bahwa eropa dan amerika tidak dapat merendahkan kekuatan jepang.( Sayidiman Suryohadiprojo :32). Perang Rusia-Jepang memungkinkan Jepang mencapai tahap kedua Revolusi dan industry berat. Persediaan besi dari Manchuria setelah perang Rusia-Jepang mempertinggi kemampuan Jepang untuk mencukupi sendiri kebutuhannya akan besi dan baja, dan dengan pembangunan pabrik dan instalasi lainnya, memungkinkan industry jepang beralih secara berangsur-angsur kepada pembuatan kapal-kapal besar, jalan kereta api, lokomotip, dan sebagainya, yang sampai saat itu masih di impor.(Taro Sakamoto :52).   BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Restorasi yang terjadi di jepang pada saat itu telah berdampak sangat baik bagi bangsa jepang sehingga harkat dan martabat bangsa jepang dapat terangkat kembali. Jepang menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara Barat. Akibatnya timbul imprealisme dari jepang seperti imprealisme dari bangsa-bangsa barat atau eropa. Akibat dari majunya jepang akan imprealismenya, terjadi peperangan antara Cina-Jepang 1 (1 Agustus 1894–17 April 1895) adalah sebuah perang antara Dinasti Qing China dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Selain itu kemenangan jepang dalam perang Rusia-Jepang yang gemilang membuka mata dunia bahwa eropa dan amerika tidak dapat merendahkan kekuatan jepang.   DAFTAR PUSTAKA  Suryohadripojo, Sayidiman. 1987. Belajar dari Jepang. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.  Sakamoto, Taro. 1992. Jepang, Dulu dan Sekarang. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.  B.peyle, Kenneth, 1988, GenerasiBaruZaman Meiji, pergolakan mencari identitas Nasional (1885-1895)Jakarta:PT.Gramedia.  http://www.tuanguru.net/2012/01/ekspansi-jepang-ke-cina.html  http://rohmanf2.wordpress.com/2011/06/24/politik-ekspansi-dan-imperialisme-jepang-1894-1945/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Restorasi meiji telah berhasil mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara Jepang. Jepang menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara Barat. Ambisi imperialisme Jepang menyebabkan Jepang terlibat dalam peperangan. Untungnya,dalam setiap peperangan jepang selalu mendapat kemenangan. Perang Cina–Jepang I (1894–1895) dimenangkan oleh Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Shimonoseki(1895). Hasilnya, Jepang memperoleh Kepulauan Pescadores dan Taiwan. Perang Rusia–Jepang (1904–1905) dimenangkan oleh pihak Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Portsmouth (1905). Hasilnya Jepang mendapatkan Shakalin Selatan dan menggantikan posisi Rusia di Manchuria. Kemenangan Jepang ini memberikan pengaruh yang besar bagi tumbuhnya nasionalisme di negara-negara Asia dan Afrika. Hal ini menarik untuk kita kaji bersama, karena proses imperialisme jepang menjadi awal dari bangkitnya nasionalisme negara-negara di asia, sehingga hal tersebut menjadi cukup menarik untuk kita bahas. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Faktor-faktor apa saja yang mendorong Negara Jepang menjadi negara Imperialis? 1.2.2 Bagaiamankah perang Cina melawan Jepang ? 1.2.3 Bagaimanakah perang Rusia melawan Jepang ? 1.3 Tujuan Masalah 1.3.1 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong Negara Jepang menjadi negara Imperialis! 1.3.2 Untuk mengetahui perang Cina melawan Jepang ! 1.3.3 Untuk mengetahui perang Rusia melawan Jepang ! BAB II PEMBAHASAN 2.1 Fakto pendorong Jepang menjadi Negara imperialis Munculnye Jepang menjadi negara imperialisme pada awalnya di latar belakangi dari proses restorasi yang terjadi di jepang, hal itu kemudian menbawa kemajuan yang cukup pesat bagi jepang dalam berbagai sektor. jepang berhasil menjadi negara maju, modern dan sejajar dengan negara-negara baratnya lainnya, hal tersebut kemudian menimbulkan keinginan dan ambisi untuk melakukan imperialisme terhadap negara-negara lain, hal tersebut di latarbelakangi oleh hal-hal berikut 2.1.1 Pertumbuhan Penduduk Kepulauan Jepang yang terletak di lepas pantai timur benua Asia membentang seperti busur ramping sepanjang 3.800 km dengan luas total 377.815 km persegi, sedikit lebih luas dari Inggris, hanya sepersembilan dari luas Amerika Serikat. Sebelum Restorasi Meiji (1868) Jepang sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian. Akan tetapi sejak modernisasi yang dijalankan oleh Kaisar Meiji, Jepang mulai mengembangkan insustri dalam negeri. Memasuki abad ke-20, Jepang telah tumbuh menjadi negara modern dan negara industri pertama di Asia. Perkembangan yang mengagumkan itu sebaliknya membawa dampak yang tidak diinginkan sama sekali. Kemajuan-kemajuan tersebut diiringi pula dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat. Tentang perkembangan cacah jiwa penduduk di Jepang itu tercatat sebagai berikut: Tahun 1828 = 26,5 juta Tahun 1872 = 34,8 juta Tahun 1920 = 55,4 uta Tahun 1935 = 69,2 juta. Data di atas bermakna bahwa negara kepulauan yang miskin akan sumber alam tersebut kini menanggung jumlah penduduk yang sangat besar dalam luas yang relatif sempit. Kenyataan ini menjadi masalah yang meresahkan pemerintah Jepang. Karena dengan berlipatgandanya jumlah penduduk, menyebabkan Jepang menjadi negara minus. Sebagai jalan keluarnya, Jepang pada awalnya menempuh kebijakan dengan jalan emigrasi. Namun setelah negara-negara menutup pintu imigrasinya bagi bangsa Jepang menyebabkan Jepang menjadi kalap dan haus tanah. Didukung oleh persenjataan militer yang kuat dan modern, Jepang mulai melakukan petualangan-petualangan milter yang merisaukan dunia. Masalah kepadatan penduduk inilah yang menjadi awal kesulitan Jepang dan menjadi faktor yang cukup penting dalam kerangka imperialisme Jepang di Asia. 2.1.2 Retriksi (Pembatasan) Imigrasi Bangsa Jepang Sejarah emigrasi bangsa Jepang dimulai pda tahun 1868 dengan keberangkatan kapal yang memuat para pemukim Jepang yang pertama ke Hawaii. Pada tahun-tahun selanjutnya, Amerika Serikat dan Amerika Latin menjadi tujuan yang disukai oleh para emigran bangsa Jepang. Dalam waktu 70 tahun sebelum Perang Dunia II, jumlah orang Jepang yang beremigrasi adalah sekitar 700.000. Emigrasi bangsa Jepang ini kemudian terhenti setelah memuncaknya ketegangan antara Jepang dengan negara-negara Barat, dimana negara-negara di dunia menutup pintu untuk imigrasi dari Jepang, walaupun umpamanya wilayah Afrika maupun wilayah Amerika Selatan masing kosong dan luas. Untuk mengerahkan kelebihan penduduknya ke Asia atau Australia juga tidak memungkinkan karena negara-negara di Asia sudah dikuasai oleh imperialisme Barat yang nota-bene adalah musuh Jepang. Sementara itu Australia sudah lama menutup pintu imigrasinya bangsa bangsa non kulit putih, seperti yang dicatat oleh J.S. Siboro, bahwa: Dalam tahun 1880-1881 dan tahun 1888 diadakan konferensi antar koloni, dimana diputuskan bahwa semua koloni mengetatkan undang-undang imigrasinya. Antara tahun 1891 dan 1901, kebijaksanaan- kebijaksanaan untuk mempertahankan White Australia dikembangkan. Tujuannya adalah mencegah masuknya semua orang berkulit berwarna … Sesudah federasi terbentuk, kebijaksanaan ini dinyatakan juga dalam undang-undang tahun 1901 dan terkenal dengan nama Imigration Retriction Act. Maksudnya adalah mencegah masuknya imigran non kulit putih. Sebenarnya pembatasan imigrasi bangsa Jepang itu dilatarbelakangi oleh ketakutan bangsa Barat akan superioritas Jepang membahayakan kedudukan mereka di Asia. Hal ini bermula ketika Jepang berhasil mengalahkan Rusia dalam perang tahun 1905 dan muncul sebagai “bahaya kuning” di Asia Pasifik. Di Amerika, gejala kekhawatiran ini nampak lebih nyata. Para pelajar Amerika menunjukkan sikap anti terhadap para pelajar Jepang. Presiden Roosevelt yang menyadari hal ini segera mengambil langkah pembatasan terhadap arus imigrasi Jepang. Pada tahun 1924 Amerika menutup pintu imigrasinya serapat-rapatnya bagi Jepang, namun bangsa kulit putih boleh masuk meskipun dibatasi. Diskriminasi ini melukai hati orang Jepang dan dinilai sebagai paksaan untuk melakukan ekspansi keluar negeri. 2.1.3 Perkembangan Industri Jepang Proses modernisasi di Jepang sesungguhnya dimulai sejak pembukaan Jepang oleh Commodore Perry yang memaksa Jepang membuka beberapa pelabuhannya dan memberi konsesi pada negara-negara Barat. Setelah pembukaan Jepang dan berakhirnya politik “isolasi” pemerintah Bakufu yang berlangsung selama 200 tahun lebih (1639-1864), bangsa Jepang mulai menyadari ketinggalan-ketinggalan yang mereka alami. Perkembangan yang dicapai selama negara tertutup, ternyata tidak dapat mengimbangi kemajuan yang dicapai negara-negara Barat. Timbul kesadaran bahwa Jepang harus secepat mungkin mengadakan perubahan dan menyesuaikan diri pada perkembangan baru yang terjadi di negara-negara Barat kalau tidak ingin dijajah seperti bangsa-bangsa lainnya di Asia pada masa itu. Perubahan dan penyesuaian diri tersebut dikenal dengan Restorasi Meiji. Restorasi Meiji dalam arti sempit dapat diartikan sebagai pemulihan kembali Kaisar Meiji setelah penggulingan pemerintahan Tokugawa pada tanggal 3 Januari 1868 oleh kekuatan-kekuatan yang dipelopori oleh daerah-daerah Satsuma (sekarang propinsi Kagoshima), dan Coshu (sekarang propinsi Yamaguchi). Peristiwa tersebut telah membuka ke arah pembaharuan-pembaharuan dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, angkatan perang, dan lain-lain, serta meletakkan sendi-sendi bagi suatu Jepang modern. Ada beberapa faktor yang memungkinkan tercapainya modernisasi secara cepat. Pertama, dasar-dasar untuk mencapai modernisasi sebenarnya sudah ditanamkan sejak jaman Tokugawa yang berlangsung kira-kira dua setengah abad lamanya. Karena selama itu rakyat Jepang telah ditempah dalam persatuan dan kebiasaan patuh kepada pimpinan dengan kerelaan mengorbankan diri. Kepatuhan tersebut kemudian menjelma menjadi bentuk cita-cita nasional dengan kesetiaan kepada Tenno dan cinta tanah air. Semangat ini menjadi salah satu faktor yang mendorong tercapainya pembentukan masyarakat modern. Kedua, bangsa ini dari pembawaannya adalah bangsa yang ingin sekali belajar dari yang lain, berhasrat besar menerima pengetahuan itu dan melakukan perbaikan atasnya. Mottonya; “cari dan temukan praktek terbaik di seluruh dunia dan lakukan perbaikan atasnya.” Hal inilah yang menyebabkan Jepang mengalami “loncatan-loncatan” besar kemajuannya, seperti yang dicatat oleh Richard Deacon bahwa Jepang sesungguhnya telah beralih dari abad ke-17 ke abad ke-20 hanya dalam waktu 50-60 tahun. Pada tahun-tahun 1840-an kehidupan di Jepang kira-kira seperti kehidupan di Inggris dalam tahun-tahuan 1640-an. Menjelang tahun 1910, Jepang telah berperadaban tinggi dan modern. Ungkapan senada juga dikemukakan oleh Jacob Buckhard yang dikutip oleh Kenneth B. Pyle: Tiba-tiba saja proses sejarah telah dipercepat secara mengerikan. Sebaliknya perkembangan yang biasanya memakan waktu berabad-abad lamanya melompat cepat seperti makhluk halus (phantoms) dalam hitungan bulanan atau mingguan saja dan selesailah prosesnya. Masa Showa yang dimulai dengan naiknya Hirohito menjadi kaisar tahun 1926 menggantikan Kaisar Taisho (1912-1925), memberikan suasana yang penuh harapan. Perindustrian di negara ini terus berkembang yang ditandai dengan munculnya kota-kota industri baru. Perkembangan ini ditopang oleh kemajuan perdagangan luar negeri yang semakin meluas dari tahun ke tahun. Sehubungan dengan perkembangan industri dalam negeri, Jepang akhirnya mengalami kesulitan dalam hal penyediaan sumber bahan mentah berupa minyak, besi, batu bara, dan sebagainya dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini dikarenakan Jepang tidak memiliki sumber bahan mentah dalam negeri yang cukup untuk mensuplai kebutuhan industri-industrinya. Sementara itu kesulitan ekonomi yang melanda dunia pada jaman Malaise sekitar tahun tigapuluhan mendorong negara-negara di dunia memberlakukan tarif proteksi atas barang impor. Akibatnya Jepang kehilangan pasaran produksi industrinya. Kesulitan akan sumber bahan mentah dan daerah pasaran produksi menimbulkan imperialisme modern Jepang. Sebagai implikasinya, perhatian Jepang diarahkan untuk sumber bahan baku industri dan daerah pasaran hasil produksinya, yakni ke Manchuria, Tiongkok, demikian pula wilayah Asia Tenggara dan India. 2.1.4 Harga Diri Sebagai Negara Besar Perang Rusia-Jepang (1904-1905) berakhir dengan kemenangan Jepang. Ketika Jepang berhasil mengusir tentara Rusia di Manchuria dan menghancurkan armada Baltik Rusia di Laut Jepang. Dalam konferensi perdamaian yang diselenggarakan di Portsmouth, Amerika Serikat tahun 1905, Rusia mengakui hak-hak dan kepentingan Jepang di Korea, dan hak Jepang menyewa wilayah sewaan Kwantung, menyerahkan jalan kereta api Manchuria sebelah selatan Changchun dan tambang-tambang batu bara yang berdekatan, serta menyetujui penyerahan daerah Sakhalin yang terletak di bagian selatan garis melintang 5 derajat Utara kepada Jepang. Kemenangan itu telah memperkuat kepercayaan Jepang bahwa mereka mampu mengalahkan salah satu bangsa Eropa. Kemenangan itu juga menggugah bangsa Asia, bahwa tidak benar bangsa Eropa tidak dapat dikalahkan oleh bangsa kullit Asia. Kebangkitan nasionalisme terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia. Secara politis, peristiwa ini mengakibatkan naiknya keharuman nama Jepang di Timur Jauh dan Jepang muncul sebagai negara Asia terkuat dan disegani oleh negara-negara Barat. Jepang yang merasa dirinya sejajar dengan negara-negara Barat, dalam Konferensi Perdamaian (18 Januari 1919) menuntut diumumkannya statement tentang persamaan derajat bangsa-bangsa (racial equality). Namun usul tersebut ditolak. Bahkan dalam persetujuan kekuatan angkatan laut antara Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang yang ditandatangani setelah Perang Dunia I, Jepang tidak diperblehkan membangun angkatan laut sebesar AS dan Inggris, dan harus tunduk pada perbandingan 5:5:3. Penetapan ini menunjukkan arogansi Barat yang tidak menghendaki Jepang tergolong atau sama seperti mereka. Ketika itu Jepang yang telah menjadi negara kuat dan modern, ingin pula mengikuti jejak negara-negara besar yang pada saat itu dimabuk imperialisme. Namun dalam kenyataannya negara-negara di Asia dan Afrika sudah dibagi-bagi oleh kolonial Barat. Jepang yang tidak mendapat bagian merasa tidak adil. Mereka menyadari bahwa untuk mendapatkan wilayah jajahan, satu-satunya jalan hanyalah dengan menyerobot dan menyingkirkan kuasa-kuasa Barat yang sudah lama bercokol di Asia-Afrika, dan ini berarti Jepang harus mempergunakan kekuatan militernya. 2.1.5 Ajaran Shinto tentang Hakko-Ichi-U Shinto adalah agama asli Jepang yang berakar pada kepercayaan animis Jepang kuno. Kata Shinto berasal dari bahasa Tinghoa, “Shen” artinya roh, “Tao” berarti jalannya dunia, bumi, dan langit. Dengan demikian Shinto berarti perjalanan roh yang baik. Menurut kepercayaan orang Jepang, Dewa Matahari (Amaterasu Omikami) merupakan dewa yang tertinggi kedudukannya. Dan oleh karena kaisar dianggap sebagai keturunan serta wakilnya di bumi, maka mereka pun melakukan pemujaan terhadap kaisar. Melalui agama Shinto terjadilah pemujaan terhadap kekuasaan negara dengan Tenno sebagai lambangnya. Sejak Restorasi Meiji (1868), agama Shinto dijadikan agama negara dan mendapat kedudukan istimewa dalam pemerintahan. Pejabat-pejabat Shinto ditempatkan pada kedudukan penting dalam kabinet, dan doktrin-doktrin yang didasarkan pada Shinto dipropagandakan oleh pemerintah. Menurut Hasbulla Bakri bahwa agama Shinto ini memang mempunyai kelebihan, yakni dapat menarik hati golongan atas karena kekolotan mereka, dan dapat menarik hati golongan bawah karena takhyul mereka. Itulah sebabnya agama Shinto sering digunakan sebagai alat poltik. Menurut Shinto, Hakko-ichi-u itu diperintahkan oleh Jimmu Tenno (Tenno pertama ± 660 SM) sebagai dewa kepada bangsa Jepang untuk membentuk kekeluargaan yang meliputi seluruh dunia. Hakko-ichi-u dianggap sebagai titah dewa yang harus dilaksanakan. Selanjutnya Hakko-ichi-u diterangkan bahwa bangsa Jepang merupakan keluarga yang sah, sedangkan bangsa-bangsa lain tidak, karena itu Jepang boleh memperlakukannya dengan sewenang-wenang. Sebagai keluarga yang sah, Jepang berhak atas seluruh dunia agar dunia dapat disusun sebagai satu kekeluargaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hakko-ichi-u (dunia sebagai satu keluarga) adalah ajaran Shinto yang mengatakan bahwa Jepang harus menyusun dunia ini sebagai satu “keluarga besar”, dan Jepang bertindak sebagai “kepala keluarga”. Ajaran Hakko-ichi-u ini tentunya tak dapat terlaksana tanpa kemajuan yang telah dicapai oleh Jepang, terutama dalam bidang perdagangan dan industri. Ajaran tersebut telah ada sejak tahun 660 SM yang merupakan perintah dari Tenno, namun pada kenyataannya nanti pada abad ke-19 Jepang menjadi negara imperialis. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan yang dicapai setelah Restorasi Meiji merupakan faktor utama yang menyebabkan Jepang menjadi negara imperialis. 2.2 Perang Cina-Jepang 1 Setelah Restorasi Meiji, Jepang maju pesat dengan bantuan teknologi militer barat. Kekaisaran itu memaksa Joseon menandatangani Perjanjian Ganghwa pada tahun 1876. Jepang kembali menancapkan kukunya ke tanah Korea demi mencari sumber daya alam dan bahan pangan dengan membangun kekuatan ekonomi di semenanjung, suatu tanda dimulainya ekspansi ke Asia Timur. Perang Cina-Jepang Pertama (1 Agustus 1894–17 April 1895) adalah sebuah perang antara Dinasti Qing China dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Sebab-sebabnya antara lain adalah: sudah sejak lama Korea bergantung pada Cina, tetapi kemudian pengaruh Jepang terhadap Korea makin bertambah. Didalam negeri Korea terdapat dua golongan yang bertentangan; yaitu golongan Progresif yang menghendaki diadakannya modernisasi, golongan ini didukung oleh Jepang; dan golongan Konservatif yang berpihak pada Cina yang ingin mempertahankan kebiasaan tradisional. Tahun 1882, golongan konservatif mengadakan pemberontakan, yang disebut sebagai peristiwa Jingo atau peristiwa Seoul. Tahun 1884 golongan progresif mengadakan kudeta yang dibantu oleh Jepang, namun gerakan ini gagal. Kemudian diadakan perjanjian Tienshin, yang isinya, baik Cina maupun Jepang harus menarik tentaranya dari Korea Tahun 1894, Di Korea terjadi pemberontakan para petani menuntut perubahan di Korea. Pemerintah Korea meminta bantuan Cina, golongan progresif meminta bantuan Jepang,Sebuah pasukan dikirim dan mendarat di Korea. Sukses segera diperolehnya, tidak saja ketika melawan pasukan Korea, tetapi juga ketika berhadapan dengan pasukan Cina. Dalam waktu kurang dari setahun Korea diduduki, dan Cina meminta damai. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Dinasti Qing dan penandatanganan Perjanjian Shimonoseki pada tahun 1895 yang berakibat pada ganti rugi 30 miliar tael kepada Jepang. Pengaruh selanjutnya dari perang ini adalah pergantian dominansi regional Asia dari China kepada Jepang dan merupakan pukulan telak untuk Dinasti Qing dan tradisi China kuno. Isi perjanjian Shimonoseki adalah sebagai berikut : • Dinasti Qing mengakui kemerdekaan dan otonomi Dinasti Joseon secara penuh dan tanpa syarat. Sebagai akibat kemerdekaan dan otonomi, pembayaran upeti, barang persembahan, dan formalitas ke Dinasti Qing dihapus untuk selamanya. • Dinasti Qing menyerahkan hak atas wilayah berikut, termasuk semua benteng pertahanan, gudang senjata, dan aset pemerintah yang terkait kepada Jepang. • Dinasti Qing menyerahkan Semenanjung Liaodong, Formosa, dan Kepulauan Pescadores. • Dinasti Qing membayar pampasan perang ke Jepang sebanyak 200 juta kùpíng tail emas (sekitar 300 juta yen). • Dinasti Qing harus membuka kota Shashi, Chongqing, Suzhou, dan Hangzhou untuk perdagangan, tempat tinggal, industri dan manufaktur Jepang Akibat perang Cina-Jepang, tahap pertama revolusi industry yang berpusat pada industry ringan tercapai.(Taro Sakamoto :52). Industry jepang khususnya industry tekstil yang sudah berhasil dikembangkan, memperoleh daerah pasaran.(Sayidiman Suryohadiprojo :32). 2.3 Perang Rusia-Jepang Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia,Kekaisaran Jerman dan Republik III Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Angkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea. Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkan dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian.Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Perang tahun 1904 di Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Angkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka adalah menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu berkembang menjadi Pertempuran Port Arthur esok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov2 pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada akhir April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia. Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan- pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini adalah sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan. Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu. Perang ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu.Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Pertempuran Laut Port Arthur adalah pertempuran pembuka Perang Rusia-Jepang. Pertempuran dimulai dengan serangan tiba-tiba pada malam hari oleh skuadron kapal perusak Jepang yang dikomandani oleh Laksamana Heihachiro Togo serta wakilnya Laksamana Shigeto, terhadap armada Rusia (dikomandoni Oskar Victorovich Stark) yang berlabuh di Port Arthur, Manchuria, dan dilanjutkan dengan suatu pertempuran besar pagi berikutnya. Pertempuran berakhir tanpa hasil pasti, dan pertempuran-pertempuran kecil di sekitar Port Arthur terus berlangsung hingga Mei 1904. Perang ini menjatuhkan korban sebanyak 90 orang dari pihak Jepang dan 150 orang serta 7 kapal rusak. Pertempuran Tsushima atau Pertempuran Selat Tsushima adalah pertempuran laut terakhir dan paling menentukan sepanjang Perang Jepang- Rusia (1904±1905). Pertempuran terjadi di Selat Tsushima pada 27-28 Mei 1905 (14-15 Mei menurut kalender Julian yang waktu itu digunakan di Rusia) dan merupakan pertempuran laut terbesar di era kapal tempur Pra-Dreadnought3. Kapal-kapal uap dari Armada Gabungan Kekaisaran Jepang di bawah komando Laksamana Togo Heihachiro menghancurkan dua pertiga Armada Baltik Kekaisaran Rusia di bawah komando Laksamana Zinovy Rozhestvensky. Armada Baltik Rusia yang dikirim dari Eropa bertempur melawan Armada Gabungan Jepang di perairan Selat Tsushima antara Semenanjung Korea dan Jepang. Sebelumnya, 10 Agustus 1904, Armada Pasifik Rusia sudah berantakan dalam Pertempuran Laut Kuning dikalahkan armada Jepang. Armada Baltik berlayar melewati Laut Utara, dan menyebabkan insiden diplomatik di Dogger Bank (lepas pantai Inggris) akibat menyerang armada nelayan Britania. Pelayaran diteruskan melalui Afrika dan berlabuh di Indocina. Perjalanan begitu panjang dan meletihkan, dan akibatnya moral awak kapal mulai anjlok. Armada Baltik mulanya diperintahkan untuk membuka blokade Jepang terhadap Lüshunkou, tapi jauh sebelum Armada Baltik tiba, wilayah tersebut sudah jatuh ke tangan Jepang. Armada Baltik sedang berlayar ke pelabuhan Rusia di Vladivostok melewati wilayah perairan Selat Tsushima ketika ditemukan kapal penjelajah Jepang. Armada Baltik mempunyai tiga rute yang bisa dilewati untuk sampai di Vladivostok: Selat La Pérouse, Selat Tsugaru, dan Selat Tsushima. Laksamana Rozhestvensky memilih Selat Tsushima yang memisahkan Kyushu dan Semenanjung Korea. Selat Tsushima merupakan rute terdekat menuju Vladivostok. Dua rute lainnya adalah jalan memutar melewati Samudra Pasifik. Laksamana Togo yang berpangkalan di Busan, Semenanjung Korea sudah memperkirakan Selat Tsushima bakal dilewati armada Rusia. Era pertempuran laut modern dimulai ketika kedua belah armada mulai saling melepaskan tembakan meriam. Sebelum Pertempuran Tsushima, kapal-kapal dalam pertempuran laut melepaskan tembakan meriam pada jarak yang lebih dekat. Laksamana Togo unggul karena armada Rusia tidak bersiap menghadapi serangan. Sejak perang dimulai, awak kapal perang Jepang sudah terus-menerus berlatih menembakkan meriam dengan peluru sub-kaliber. Armada Laksamana Togo memiliki penembak meriam yang lebih unggul dan lebih sering mengenai sasaran. Selain itu, kualitas amunisi Jepang waktu itu lebih baik dibandingkan amunisi Rusia. Tembakan meriam kapal-kapal Jepang juga lebih akurat karena memiliki lebih banyak instrumen pengukur jarak dibandingkan kapal Rusia. Armada Baltik waktu itu sedang tidak dalam keadaan siap tempur. Selain 4 kapal perang terbaru kelas Borodino, Armada Baltik terdiri dari kapal model lama dan tidak terpelihara dengan baik. Pelayaran panjang menyebabkan bagian bawah lambung kapal kotor karena kurangnya waktu pemeliharaan. Akibatnya, kecepatan kapal Rusia menjadi berkurang.Kapal- kapal Laksamana Togo bisa memiliki kecepatan maksimum 16 knot (30 km/jam), sedangkan kapal-kapal Laksamana Rozhestvensky hanya memiliki kecepatan maksimum 9 knot (17 km/jam). Laksamana Togo memanfaatkan keunggulan manuver kapal-kapalnya, dan sempat melakukan taktik pertempuran laut Crossing the T sebanyak 2 kali. Laksamana Rozhestvensky tewas seketika akibat pecahan logam di kepala. Dalam sehari pada 27 Mei 1905, armada Rusia kehilangan kapal tempurKnyaz' Suvorov, Oslyabya, Emperor Alexander III, dan Borodino.Kapal-kapal Jepang hanya mengalami kerusakan ringan, terutama Kapal tempur Jepang Mikasa. Menjelang malam, Laksamana Muda Nebogatov mengambil alih komando armada Rusia. Di malam hari, kapal torpedo dan kapal perusak Jepang mulai memburu kapal-kapal armada Rusia yang berpencar dalam kelompok-kelompok kecil dan berusaha malarikan diri ke utara.Kapal tempur Navarin yang memang sudah tua, tenggelam.Kapal tempur Sisoy Veliki dan dua kapal. Dalam perang tersebut Rusia mengalami kekalahan yang amat memalukan. TenggelamnyaKapal tempur Rusia Varyag dan terbenuhnya komandan Armanda Pasifik Stepan Makarov bersama kapal Petropavlosk yang dipimpinnya, serta kekalahan skuadron II pasifik di Pulau Tsunima merupakan pukulan telak bagi prestise kekuatan militer Rusia. Berbagai kemenangan Jepang atas Rusia diakhiri dengan perjanjian damai di Portsmouth, Amerika Serikat pada September 1905. Rusia dan Jepang menandatangani perjanjian Portsmouth yang berisi penyerahan Manchuria, setengah dari pulau Sakhalin, dan Korea, kepada Jepang yang dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt. Dalam perjaniian tersebut, Rusia menyerahkan separuh dari Sakhalin kepada Jepang setelah perang mereka pada 1905 yang menandai menyatunya bangsa-bangsa Asia menjadi kekuatan global. Rusia menguasai kembali seluruh pulau itu pada 1945. Sementara itu, Jepang menerima penguasaan Rusia atas Sakhalin, pihaknya menuntut dikembalikannya empat pulau kecil di lepas pantai pulau Jepang utara, Hokkaido. Kemenangan jepang jepang yang gemilang membuka mata dunia bahwa eropa dan amerika tidak dapat merendahkan kekuatan jepang.( Sayidiman Suryohadiprojo :32). Perang Rusia-Jepang memungkinkan Jepang mencapai tahap kedua Revolusi dan industry berat. Persediaan besi dari Manchuria setelah perang Rusia-Jepang mempertinggi kemampuan Jepang untuk mencukupi sendiri kebutuhannya akan besi dan baja, dan dengan pembangunan pabrik dan instalasi lainnya, memungkinkan industry jepang beralih secara berangsur-angsur kepada pembuatan kapal-kapal besar, jalan kereta api, lokomotip, dan sebagainya, yang sampai saat itu masih di impor.(Taro Sakamoto :52).   BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Restorasi yang terjadi di jepang pada saat itu telah berdampak sangat baik bagi bangsa jepang sehingga harkat dan martabat bangsa jepang dapat terangkat kembali. Jepang menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara Barat. Akibatnya timbul imprealisme dari jepang seperti imprealisme dari bangsa-bangsa barat atau eropa. Akibat dari majunya jepang akan imprealismenya, terjadi peperangan antara Cina-Jepang 1 (1 Agustus 1894–17 April 1895) adalah sebuah perang antara Dinasti Qing China dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Selain itu kemenangan jepang dalam perang Rusia-Jepang yang gemilang membuka mata dunia bahwa eropa dan amerika tidak dapat merendahkan kekuatan jepang.   DAFTAR PUSTAKA  Suryohadripojo, Sayidiman. 1987. Belajar dari Jepang. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.  Sakamoto, Taro. 1992. Jepang, Dulu dan Sekarang. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.  B.peyle, Kenneth, 1988, GenerasiBaruZaman Meiji, pergolakan mencari identitas Nasional (1885-1895)Jakarta:PT.Gramedia.  http://www.tuanguru.net/2012/01/ekspansi-jepang-ke-cina.html  http://rohmanf2.wordpress.com/2011/06/24/politik-ekspansi-dan-imperialisme-jepang-1894-1945/


 BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Restorasi meiji telah berhasil mengangkat harkat dan martabat bangsa dan
negara Jepang. Jepang menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan
negara-negara Barat.
Ambisi imperialisme Jepang menyebabkan Jepang terlibat dalam
peperangan. Untungnya,dalam setiap peperangan jepang selalu mendapat kemenangan.  Perang Cina–Jepang I (1894–1895) dimenangkan oleh Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Shimonoseki(1895). Hasilnya, Jepang memperoleh Kepulauan Pescadores dan Taiwan. Perang Rusia–Jepang (1904–1905) dimenangkan oleh pihak Jepang dan diakhiri dengan Perjanjian Portsmouth (1905). Hasilnya Jepang mendapatkan Shakalin Selatan dan menggantikan posisi Rusia di Manchuria. Kemenangan Jepang ini memberikan pengaruh yang besar bagi tumbuhnya nasionalisme di negara-negara Asia dan Afrika.
Hal ini menarik untuk kita kaji bersama, karena proses imperialisme jepang menjadi awal dari bangkitnya nasionalisme negara-negara di asia, sehingga hal tersebut menjadi cukup menarik untuk kita bahas.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Faktor-faktor apa saja yang mendorong Negara Jepang menjadi negara Imperialis?
1.2.2        Bagaiamankah perang Cina melawan Jepang ?
1.2.3        Bagaimanakah perang Rusia melawan Jepang ?
1.3              Tujuan Masalah
1.3.1        Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong Negara Jepang menjadi negara Imperialis!
1.3.2        Untuk mengetahui perang Cina melawan Jepang !
1.3.3        Untuk mengetahui perang Rusia melawan Jepang !



BAB II
PEMBAHASAN
                                    
2.1 Fakto pendorong Jepang menjadi Negara imperialis
Munculnye Jepang menjadi negara imperialisme pada awalnya di latar belakangi dari proses restorasi yang terjadi di jepang, hal itu kemudian menbawa kemajuan yang cukup pesat bagi jepang dalam berbagai sektor. jepang berhasil menjadi negara maju, modern dan sejajar dengan negara-negara baratnya lainnya, hal tersebut kemudian menimbulkan keinginan dan ambisi untuk melakukan imperialisme terhadap negara-negara lain, hal tersebut di latarbelakangi oleh hal-hal berikut

2.1.1 Pertumbuhan Penduduk
Kepulauan Jepang yang terletak di lepas pantai timur benua Asia membentang seperti busur ramping sepanjang 3.800 km dengan luas total 377.815 km persegi, sedikit lebih luas dari Inggris, hanya sepersembilan dari luas Amerika Serikat.
Sebelum Restorasi Meiji (1868) Jepang sepenuhnya menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian. Akan tetapi sejak modernisasi yang dijalankan oleh Kaisar Meiji, Jepang mulai mengembangkan insustri dalam negeri. Memasuki abad ke-20, Jepang telah tumbuh menjadi negara modern dan negara industri pertama di Asia.
Perkembangan yang mengagumkan itu sebaliknya membawa dampak yang tidak diinginkan sama sekali. Kemajuan-kemajuan tersebut diiringi pula dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat. Tentang perkembangan cacah jiwa penduduk di Jepang itu tercatat sebagai berikut:
Tahun 1828 = 26,5 juta
Tahun 1872 = 34,8 juta
Tahun 1920 = 55,4 uta
Tahun 1935 = 69,2 juta.
Data di atas bermakna bahwa negara kepulauan yang miskin akan sumber alam tersebut kini menanggung jumlah penduduk yang sangat besar dalam luas yang relatif sempit. Kenyataan ini menjadi masalah yang meresahkan pemerintah Jepang. Karena dengan berlipatgandanya jumlah penduduk, menyebabkan Jepang menjadi negara minus.
Sebagai jalan keluarnya, Jepang pada awalnya menempuh kebijakan dengan jalan emigrasi. Namun setelah negara-negara menutup pintu imigrasinya bagi bangsa Jepang menyebabkan Jepang menjadi kalap dan haus tanah. Didukung oleh persenjataan militer yang kuat dan modern, Jepang mulai melakukan petualangan-petualangan milter yang merisaukan dunia.
Masalah kepadatan penduduk inilah yang menjadi awal kesulitan Jepang dan menjadi faktor yang cukup penting dalam kerangka imperialisme Jepang di Asia.

2.1.2        Retriksi (Pembatasan) Imigrasi Bangsa Jepang
Sejarah emigrasi bangsa Jepang dimulai pda tahun 1868 dengan keberangkatan kapal yang memuat para pemukim Jepang yang pertama ke Hawaii. Pada tahun-tahun selanjutnya, Amerika Serikat dan Amerika Latin menjadi tujuan yang disukai oleh para emigran bangsa Jepang. Dalam waktu 70 tahun sebelum Perang Dunia II, jumlah orang Jepang yang beremigrasi adalah sekitar 700.000.
Emigrasi bangsa Jepang ini kemudian terhenti setelah memuncaknya ketegangan antara Jepang dengan negara-negara Barat, dimana negara-negara di dunia menutup pintu untuk imigrasi dari Jepang, walaupun umpamanya wilayah Afrika maupun wilayah Amerika Selatan masing kosong dan luas.
Untuk mengerahkan kelebihan penduduknya ke Asia atau Australia juga tidak memungkinkan karena negara-negara di Asia sudah dikuasai oleh imperialisme Barat yang nota-bene adalah musuh Jepang. Sementara itu Australia sudah lama menutup pintu imigrasinya bangsa bangsa non kulit putih, seperti yang dicatat oleh J.S. Siboro, bahwa:
Dalam tahun 1880-1881 dan tahun 1888 diadakan konferensi antar koloni, dimana diputuskan bahwa semua koloni mengetatkan undang-undang imigrasinya. Antara tahun 1891 dan 1901, kebijaksanaan- kebijaksanaan untuk mempertahankan White Australia dikembangkan. Tujuannya adalah mencegah masuknya semua orang berkulit berwarna … Sesudah federasi terbentuk, kebijaksanaan ini dinyatakan juga dalam undang-undang tahun 1901 dan terkenal dengan nama Imigration Retriction Act. Maksudnya adalah mencegah masuknya imigran non kulit putih.
Sebenarnya pembatasan imigrasi bangsa Jepang itu dilatarbelakangi oleh ketakutan bangsa Barat akan superioritas Jepang membahayakan kedudukan mereka di Asia. Hal ini bermula ketika Jepang berhasil mengalahkan Rusia dalam perang tahun 1905 dan muncul sebagai “bahaya kuning” di Asia Pasifik.
Di Amerika, gejala kekhawatiran ini nampak lebih nyata. Para pelajar Amerika menunjukkan sikap anti terhadap para pelajar Jepang. Presiden Roosevelt yang menyadari hal ini segera mengambil langkah pembatasan terhadap arus imigrasi Jepang. Pada tahun 1924 Amerika menutup pintu imigrasinya serapat-rapatnya bagi Jepang, namun bangsa kulit putih boleh masuk meskipun dibatasi. Diskriminasi ini melukai hati orang Jepang dan dinilai sebagai paksaan untuk melakukan ekspansi keluar negeri.
2.1.3        Perkembangan Industri Jepang
Proses modernisasi di Jepang sesungguhnya dimulai sejak pembukaan Jepang oleh Commodore Perry yang memaksa Jepang membuka beberapa pelabuhannya dan memberi konsesi pada negara-negara Barat.
Setelah pembukaan Jepang dan berakhirnya politik “isolasi” pemerintah Bakufu yang berlangsung selama 200 tahun lebih (1639-1864), bangsa Jepang mulai menyadari ketinggalan-ketinggalan yang mereka alami. Perkembangan yang dicapai selama negara tertutup, ternyata tidak dapat mengimbangi kemajuan yang dicapai negara-negara Barat. Timbul kesadaran bahwa Jepang harus secepat mungkin mengadakan perubahan dan menyesuaikan diri pada perkembangan baru yang terjadi di negara-negara Barat kalau tidak ingin dijajah seperti bangsa-bangsa lainnya di Asia pada masa itu. Perubahan dan penyesuaian diri tersebut dikenal dengan Restorasi Meiji.
Restorasi Meiji dalam arti sempit dapat diartikan sebagai pemulihan kembali Kaisar Meiji setelah penggulingan pemerintahan Tokugawa pada tanggal 3 Januari 1868 oleh kekuatan-kekuatan yang dipelopori oleh daerah-daerah Satsuma (sekarang propinsi Kagoshima), dan Coshu (sekarang propinsi Yamaguchi). Peristiwa tersebut telah membuka ke arah pembaharuan-pembaharuan dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, angkatan perang, dan lain-lain, serta meletakkan sendi-sendi bagi suatu Jepang modern.
Ada beberapa faktor yang memungkinkan tercapainya modernisasi secara cepat. Pertama, dasar-dasar untuk mencapai modernisasi sebenarnya sudah ditanamkan sejak jaman Tokugawa yang berlangsung kira-kira dua setengah abad lamanya. Karena selama itu rakyat Jepang telah ditempah dalam persatuan dan kebiasaan patuh kepada pimpinan dengan kerelaan mengorbankan diri. Kepatuhan tersebut kemudian menjelma menjadi bentuk cita-cita nasional dengan kesetiaan kepada Tenno dan cinta tanah air. Semangat ini menjadi salah satu faktor yang mendorong tercapainya pembentukan masyarakat modern. Kedua, bangsa ini dari pembawaannya adalah bangsa yang ingin sekali belajar dari yang lain, berhasrat besar menerima pengetahuan itu dan melakukan perbaikan atasnya. Mottonya; “cari dan temukan praktek terbaik di seluruh dunia dan lakukan perbaikan atasnya.” Hal inilah yang menyebabkan Jepang mengalami “loncatan-loncatan” besar kemajuannya, seperti yang dicatat oleh Richard Deacon bahwa Jepang sesungguhnya telah beralih dari abad ke-17 ke abad ke-20 hanya dalam waktu 50-60 tahun. Pada tahun-tahun 1840-an kehidupan di Jepang kira-kira seperti kehidupan di Inggris dalam tahun-tahuan 1640-an. Menjelang tahun 1910, Jepang telah berperadaban tinggi dan modern.
Ungkapan senada juga dikemukakan oleh Jacob Buckhard yang dikutip oleh Kenneth B. Pyle:
Tiba-tiba saja proses sejarah telah dipercepat secara mengerikan. Sebaliknya perkembangan yang biasanya memakan waktu berabad-abad lamanya melompat cepat seperti makhluk halus (phantoms) dalam hitungan bulanan atau mingguan saja dan selesailah prosesnya.
Masa Showa yang dimulai dengan naiknya Hirohito menjadi kaisar tahun 1926 menggantikan Kaisar Taisho (1912-1925), memberikan suasana yang penuh harapan. Perindustrian di negara ini terus berkembang yang ditandai dengan munculnya kota-kota industri baru. Perkembangan ini ditopang oleh kemajuan perdagangan luar negeri yang semakin meluas dari tahun ke tahun.
Sehubungan dengan perkembangan industri dalam negeri, Jepang akhirnya mengalami kesulitan dalam hal penyediaan sumber bahan mentah berupa minyak, besi, batu bara, dan sebagainya dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini dikarenakan Jepang tidak memiliki sumber bahan mentah dalam negeri yang cukup untuk mensuplai kebutuhan industri-industrinya.
Sementara itu kesulitan ekonomi yang melanda dunia pada jaman Malaise sekitar tahun tigapuluhan mendorong negara-negara di dunia memberlakukan tarif proteksi atas barang impor. Akibatnya Jepang kehilangan pasaran produksi industrinya.
Kesulitan akan sumber bahan mentah dan daerah pasaran produksi menimbulkan imperialisme modern Jepang. Sebagai implikasinya, perhatian Jepang diarahkan untuk sumber bahan baku industri dan daerah pasaran hasil produksinya, yakni ke Manchuria, Tiongkok, demikian pula wilayah Asia Tenggara dan India.

2.1.4        Harga Diri Sebagai Negara Besar
Perang Rusia-Jepang (1904-1905) berakhir dengan kemenangan Jepang. Ketika Jepang berhasil mengusir tentara Rusia di Manchuria dan menghancurkan armada Baltik Rusia di Laut Jepang. Dalam konferensi perdamaian yang diselenggarakan di Portsmouth, Amerika Serikat tahun 1905, Rusia mengakui hak-hak dan kepentingan Jepang di Korea, dan hak Jepang menyewa wilayah sewaan Kwantung, menyerahkan jalan kereta api Manchuria sebelah selatan Changchun dan tambang-tambang batu bara yang berdekatan, serta menyetujui penyerahan daerah Sakhalin yang terletak di bagian selatan garis melintang 5 derajat Utara kepada Jepang.
Kemenangan itu telah memperkuat kepercayaan Jepang bahwa mereka mampu mengalahkan salah satu bangsa Eropa. Kemenangan itu juga menggugah bangsa Asia, bahwa tidak benar bangsa Eropa tidak dapat dikalahkan oleh bangsa kullit Asia. Kebangkitan nasionalisme terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia.
Secara politis, peristiwa ini mengakibatkan naiknya keharuman nama Jepang di Timur Jauh dan Jepang muncul sebagai negara Asia terkuat dan disegani oleh negara-negara Barat.
Jepang yang merasa dirinya sejajar dengan negara-negara Barat, dalam Konferensi Perdamaian (18 Januari 1919) menuntut diumumkannya statement tentang persamaan derajat bangsa-bangsa (racial equality). Namun usul tersebut ditolak. Bahkan dalam persetujuan kekuatan angkatan laut antara Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang yang ditandatangani setelah Perang Dunia I, Jepang tidak diperblehkan membangun angkatan laut sebesar AS dan Inggris, dan harus tunduk pada perbandingan 5:5:3. Penetapan ini menunjukkan arogansi Barat yang tidak menghendaki Jepang tergolong atau sama seperti mereka.
Ketika itu Jepang yang telah menjadi negara kuat dan modern, ingin pula mengikuti jejak negara-negara besar yang pada saat itu dimabuk imperialisme. Namun dalam kenyataannya negara-negara di Asia dan Afrika sudah dibagi-bagi oleh kolonial Barat. Jepang yang tidak mendapat bagian merasa tidak adil. Mereka menyadari bahwa untuk mendapatkan wilayah jajahan, satu-satunya jalan hanyalah dengan menyerobot dan menyingkirkan kuasa-kuasa Barat yang sudah lama bercokol di Asia-Afrika, dan ini berarti Jepang harus mempergunakan kekuatan militernya.
2.1.5        Ajaran Shinto tentang Hakko-Ichi-U
Shinto adalah agama asli Jepang yang berakar pada kepercayaan animis Jepang kuno. Kata Shinto berasal dari bahasa Tinghoa, “Shen” artinya roh, “Tao” berarti jalannya dunia, bumi, dan langit. Dengan demikian Shinto berarti perjalanan roh yang baik.
Menurut kepercayaan orang Jepang, Dewa Matahari (Amaterasu Omikami) merupakan dewa yang tertinggi kedudukannya. Dan oleh karena kaisar dianggap sebagai keturunan serta wakilnya di bumi, maka mereka pun melakukan pemujaan terhadap kaisar. Melalui agama Shinto terjadilah pemujaan terhadap kekuasaan negara dengan Tenno sebagai lambangnya.
Sejak Restorasi Meiji (1868), agama Shinto dijadikan agama negara dan mendapat kedudukan istimewa dalam pemerintahan. Pejabat-pejabat Shinto ditempatkan pada kedudukan penting dalam kabinet, dan doktrin-doktrin yang didasarkan pada Shinto dipropagandakan oleh pemerintah.
Menurut Hasbulla Bakri bahwa agama Shinto ini memang mempunyai kelebihan, yakni dapat menarik hati golongan atas karena kekolotan mereka, dan dapat menarik hati golongan bawah karena takhyul mereka. Itulah sebabnya agama Shinto sering digunakan sebagai alat poltik.
Menurut Shinto, Hakko-ichi-u itu diperintahkan oleh Jimmu Tenno (Tenno pertama ± 660 SM) sebagai dewa kepada bangsa Jepang untuk membentuk kekeluargaan yang meliputi seluruh dunia. Hakko-ichi-u dianggap sebagai titah dewa yang harus dilaksanakan. Selanjutnya Hakko-ichi-u diterangkan bahwa bangsa Jepang merupakan keluarga yang sah, sedangkan bangsa-bangsa lain tidak, karena itu Jepang boleh memperlakukannya dengan sewenang-wenang. Sebagai keluarga yang sah, Jepang berhak atas seluruh dunia agar dunia dapat disusun sebagai satu kekeluargaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Hakko-ichi-u (dunia sebagai satu keluarga) adalah ajaran Shinto yang  mengatakan bahwa Jepang harus menyusun dunia ini sebagai satu “keluarga besar”, dan Jepang bertindak sebagai “kepala keluarga”. Ajaran Hakko-ichi-u ini tentunya tak dapat terlaksana tanpa kemajuan yang telah dicapai oleh Jepang, terutama dalam bidang perdagangan dan industri. Ajaran tersebut telah ada sejak tahun 660 SM yang merupakan perintah dari Tenno, namun pada kenyataannya nanti pada abad ke-19 Jepang menjadi negara imperialis. Hal ini menunjukkan bahwa kemajuan yang dicapai setelah Restorasi Meiji merupakan faktor utama yang menyebabkan Jepang menjadi negara imperialis.


2.2 Perang Cina-Jepang 1
Setelah Restorasi Meiji, Jepang maju pesat dengan bantuan teknologi militer barat. Kekaisaran itu memaksa Joseon menandatangani Perjanjian Ganghwa pada tahun 1876. Jepang kembali menancapkan kukunya ke tanah Korea demi mencari sumber daya alam dan bahan pangan dengan membangun kekuatan ekonomi di semenanjung, suatu tanda dimulainya ekspansi ke Asia Timur. Perang Cina-Jepang Pertama  (1 Agustus 189417 April 1895) adalah sebuah perang antara Dinasti Qing China dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea.
Sebab-sebabnya antara lain adalah: sudah sejak lama Korea bergantung pada Cina, tetapi kemudian pengaruh Jepang terhadap Korea makin bertambah. Didalam negeri Korea terdapat dua golongan yang bertentangan; yaitu golongan Progresif yang menghendaki diadakannya modernisasi, golongan ini didukung oleh Jepang; dan golongan Konservatif yang berpihak pada Cina yang ingin mempertahankan kebiasaan tradisional. Tahun 1882, golongan konservatif mengadakan pemberontakan, yang disebut sebagai peristiwa Jingo atau peristiwa Seoul. Tahun 1884 golongan progresif mengadakan kudeta yang dibantu oleh Jepang, namun gerakan ini gagal. Kemudian diadakan perjanjian Tienshin, yang isinya, baik Cina maupun Jepang harus menarik tentaranya dari Korea Tahun 1894, Di Korea terjadi pemberontakan para petani menuntut perubahan di Korea. Pemerintah Korea meminta bantuan Cina, golongan progresif meminta bantuan Jepang,Sebuah pasukan  dikirim dan mendarat di Korea. Sukses segera diperolehnya, tidak saja ketika melawan pasukan Korea, tetapi juga ketika berhadapan dengan pasukan Cina. Dalam waktu kurang dari setahun Korea diduduki, dan Cina meminta damai.
Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Dinasti Qing dan penandatanganan Perjanjian Shimonoseki pada tahun 1895 yang berakibat pada ganti rugi 30 miliar tael kepada Jepang. Pengaruh selanjutnya dari perang ini adalah pergantian dominansi regional Asia dari China kepada Jepang dan merupakan pukulan telak untuk Dinasti Qing dan tradisi China kuno.
Isi perjanjian Shimonoseki adalah sebagai berikut :
·         Dinasti Qing mengakui kemerdekaan dan otonomi Dinasti Joseon secara penuh dan tanpa syarat. Sebagai akibat kemerdekaan dan otonomi, pembayaran upeti, barang persembahan, dan formalitas ke Dinasti Qing dihapus untuk selamanya.
·         Dinasti Qing menyerahkan hak atas wilayah berikut, termasuk semua benteng pertahanan, gudang senjata, dan aset pemerintah yang terkait kepada Jepang.
·         Dinasti Qing menyerahkan Semenanjung Liaodong, Formosa, dan Kepulauan Pescadores.
·         Dinasti Qing membayar pampasan perang ke Jepang sebanyak 200 juta kùpíng tail emas (sekitar 300 juta yen).
·         Dinasti Qing harus membuka kota Shashi, Chongqing, Suzhou, dan Hangzhou untuk perdagangan, tempat tinggal, industri dan manufaktur Jepang
Akibat perang Cina-Jepang, tahap pertama revolusi industry yang berpusat pada industry ringan tercapai.(Taro Sakamoto :52). Industry jepang khususnya industry tekstil yang sudah berhasil dikembangkan, memperoleh daerah pasaran.(Sayidiman Suryohadiprojo :32).

2.3 Perang Rusia-Jepang
        Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia,Kekaisaran Jerman dan Republik III Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Angkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukan-pasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.
Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkan dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian.Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan.
Perang tahun 1904 di Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Angkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka adalah menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu berkembang menjadi Pertempuran Port Arthur esok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi.
Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov2 pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada akhir April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia. Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang.
Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan- pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini adalah sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan. Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukan-pasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan. Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.
Perang ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu.Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa.
Pertempuran Laut Port Arthur adalah pertempuran pembuka Perang Rusia-Jepang. Pertempuran dimulai dengan serangan tiba-tiba pada malam hari oleh skuadron kapal perusak Jepang yang dikomandani oleh Laksamana Heihachiro Togo serta wakilnya Laksamana Shigeto, terhadap armada Rusia (dikomandoni Oskar Victorovich Stark) yang berlabuh di Port Arthur, Manchuria, dan dilanjutkan dengan suatu pertempuran besar pagi berikutnya. Pertempuran berakhir tanpa hasil pasti, dan pertempuran-pertempuran kecil di sekitar Port Arthur terus berlangsung hingga Mei 1904. Perang ini menjatuhkan korban sebanyak 90 orang dari pihak Jepang dan 150 orang serta 7 kapal rusak.
Pertempuran Tsushima atau Pertempuran Selat Tsushima adalah pertempuran laut terakhir dan paling menentukan sepanjang Perang Jepang- Rusia (1904±1905). Pertempuran terjadi di Selat Tsushima pada 27-28 Mei 1905 (14-15 Mei menurut kalender Julian yang waktu itu digunakan di Rusia) dan merupakan pertempuran laut terbesar di era kapal tempur Pra-Dreadnought3.
Kapal-kapal uap dari Armada Gabungan Kekaisaran Jepang di bawah komando Laksamana Togo Heihachiro menghancurkan dua pertiga Armada Baltik Kekaisaran Rusia di bawah komando Laksamana Zinovy Rozhestvensky.  Armada Baltik Rusia yang dikirim dari Eropa bertempur melawan Armada Gabungan Jepang di perairan Selat Tsushima antara Semenanjung Korea dan Jepang. Sebelumnya, 10 Agustus 1904, Armada Pasifik Rusia sudah berantakan dalam Pertempuran Laut Kuning dikalahkan armada Jepang. Armada Baltik berlayar melewati Laut Utara, dan menyebabkan insiden diplomatik di Dogger Bank (lepas pantai Inggris) akibat menyerang armada nelayan Britania. Pelayaran diteruskan melalui Afrika dan berlabuh di Indocina. Perjalanan begitu panjang dan meletihkan, dan akibatnya moral awak kapal mulai anjlok. Armada Baltik mulanya diperintahkan untuk membuka blokade Jepang terhadap Lüshunkou, tapi jauh sebelum Armada Baltik tiba, wilayah tersebut sudah jatuh ke tangan Jepang. Armada Baltik sedang berlayar ke pelabuhan Rusia di Vladivostok melewati wilayah perairan Selat Tsushima ketika ditemukan kapal penjelajah Jepang.
Armada Baltik mempunyai tiga rute yang bisa dilewati untuk sampai di Vladivostok: Selat La Pérouse, Selat Tsugaru, dan Selat Tsushima. Laksamana Rozhestvensky memilih Selat Tsushima yang memisahkan Kyushu dan Semenanjung Korea. Selat Tsushima merupakan rute terdekat menuju Vladivostok. Dua rute lainnya adalah jalan memutar melewati Samudra Pasifik. Laksamana Togo yang berpangkalan di Busan, Semenanjung Korea sudah memperkirakan Selat Tsushima bakal dilewati armada Rusia.
Era pertempuran laut modern dimulai ketika kedua belah armada mulai saling melepaskan tembakan meriam. Sebelum Pertempuran Tsushima, kapal-kapal dalam pertempuran laut melepaskan tembakan meriam pada jarak yang lebih dekat. Laksamana Togo unggul karena armada Rusia tidak bersiap menghadapi serangan. Sejak perang dimulai, awak kapal perang Jepang sudah terus-menerus berlatih menembakkan meriam dengan peluru sub-kaliber. Armada Laksamana Togo memiliki penembak meriam yang lebih unggul dan lebih sering mengenai sasaran. Selain itu, kualitas amunisi Jepang waktu itu lebih baik dibandingkan amunisi Rusia. Tembakan meriam kapal-kapal Jepang juga lebih akurat karena memiliki lebih banyak instrumen pengukur jarak dibandingkan kapal Rusia.

Armada Baltik waktu itu sedang tidak dalam keadaan siap tempur. Selain 4 kapal perang terbaru kelas Borodino, Armada Baltik terdiri dari kapal model lama dan tidak terpelihara dengan baik. Pelayaran panjang menyebabkan bagian bawah lambung kapal kotor karena kurangnya waktu pemeliharaan. Akibatnya, kecepatan kapal Rusia menjadi berkurang.Kapal- kapal Laksamana Togo bisa memiliki kecepatan maksimum 16 knot (30 km/jam), sedangkan kapal-kapal Laksamana Rozhestvensky hanya memiliki kecepatan maksimum 9 knot (17 km/jam). Laksamana Togo memanfaatkan keunggulan manuver kapal-kapalnya, dan sempat melakukan taktik pertempuran laut Crossing the T sebanyak 2 kali. Laksamana Rozhestvensky tewas seketika akibat pecahan logam di kepala. Dalam sehari pada 27 Mei 1905, armada Rusia kehilangan kapal tempurKnyaz' Suvorov, Oslyabya, Emperor Alexander III, dan Borodino.Kapal-kapal Jepang hanya mengalami kerusakan ringan, terutama
Kapal tempur Jepang Mikasa. Menjelang malam, Laksamana Muda Nebogatov mengambil alih komando armada Rusia. Di malam hari, kapal torpedo dan kapal perusak Jepang mulai memburu kapal-kapal armada Rusia yang berpencar dalam kelompok-kelompok kecil dan berusaha malarikan diri ke utara.Kapal tempur Navarin yang memang sudah tua, tenggelam.Kapal tempur Sisoy Veliki dan dua kapal. Dalam perang tersebut Rusia mengalami kekalahan yang amat memalukan. TenggelamnyaKapal tempur Rusia Varyag dan terbenuhnya komandan Armanda Pasifik Stepan Makarov bersama kapal Petropavlosk yang dipimpinnya, serta kekalahan skuadron II pasifik di Pulau Tsunima merupakan pukulan telak bagi prestise kekuatan militer Rusia.
Berbagai kemenangan Jepang atas Rusia diakhiri dengan perjanjian damai di Portsmouth, Amerika Serikat pada September 1905. Rusia dan Jepang menandatangani perjanjian Portsmouth yang berisi penyerahan Manchuria, setengah dari pulau Sakhalin, dan Korea, kepada Jepang yang dimediasi oleh Presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt.  Dalam perjaniian tersebut, Rusia menyerahkan separuh dari Sakhalin kepada Jepang setelah perang mereka pada 1905 yang menandai menyatunya bangsa-bangsa Asia menjadi kekuatan global. Rusia menguasai kembali seluruh pulau itu pada 1945. Sementara itu, Jepang menerima penguasaan Rusia atas Sakhalin, pihaknya menuntut dikembalikannya empat pulau kecil di lepas pantai pulau Jepang utara, Hokkaido.
Kemenangan jepang jepang yang gemilang membuka mata dunia bahwa eropa dan amerika tidak dapat merendahkan kekuatan jepang.( Sayidiman Suryohadiprojo :32). Perang Rusia-Jepang memungkinkan Jepang mencapai tahap kedua Revolusi dan industry berat. Persediaan besi dari Manchuria setelah perang Rusia-Jepang mempertinggi kemampuan Jepang untuk mencukupi sendiri kebutuhannya akan besi dan baja, dan dengan pembangunan pabrik dan instalasi lainnya, memungkinkan industry jepang beralih secara berangsur-angsur kepada pembuatan kapal-kapal besar, jalan kereta api, lokomotip, dan sebagainya, yang sampai saat itu masih di impor.(Taro Sakamoto :52).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Restorasi yang terjadi di jepang pada saat itu telah berdampak sangat baik bagi bangsa jepang sehingga harkat dan martabat bangsa jepang dapat terangkat kembali. Jepang menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan negara-negara Barat. Akibatnya timbul imprealisme dari jepang seperti imprealisme dari bangsa-bangsa barat atau eropa.
            Akibat dari majunya jepang akan imprealismenya, terjadi peperangan antara Cina-Jepang 1
(1 Agustus 189417 April 1895) adalah sebuah perang antara Dinasti Qing China dan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Selain itu kemenangan jepang dalam perang Rusia-Jepang yang gemilang membuka mata dunia bahwa eropa dan amerika tidak dapat merendahkan kekuatan jepang.



DAFTAR PUSTAKA
Ø  Suryohadripojo, Sayidiman. 1987. Belajar dari Jepang. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Ø  Sakamoto, Taro. 1992. Jepang, Dulu dan Sekarang. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Ø  B.peyle, Kenneth, 1988, GenerasiBaruZaman Meiji, pergolakan mencari identitas Nasional (1885-1895)Jakarta:PT.Gramedia.
Ø  http://rohmanf2.wordpress.com/2011/06/24/politik-ekspansi-dan-imperialisme-jepang-1894-1945/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar