macam-macam aliran
filsafat+konsep pemikirannya
MACAM-MACAM ALIRAN FILSAFAT BESERTA
KONSEP PEMIKIRANNYA.
Secara harfiah, kata
filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang
berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta
terhadap ilmu atau hikmah. Filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu,
berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat
pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah,
yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka
(loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi,
Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau
lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf atau
falasifah.
Sementara itu, banyak
para filosof yang mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami
perubahan-perubahan sepanjang masanya, hal ini dikarenakan pemikiran filsafat
ilmu berasal dari pikiran manusia. “Filsafat adalah pengetahuan atas realitas
dalam kemungkinan-kemungkinan akal manusia, karena filsafat berakhir pada teori
ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan bertindak di atas rel kebenaran
yang sudah ditemukan”. Dari
beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi
kebahasaan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan.
Dengan demikian
filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Adapun macam-macam
aliran filsafat beserta konsepnya yang ada yakni:
1. Rasionalisme
Rasionalisme adalah
madzhab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala
pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas.
Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah
mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.
Para penganut
rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat
dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat
pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene
Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya
yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Tokoh-tokoh
rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz dan Spinoza.
Tokoh-tokoh lainnya
adalah John Locke (1632-1704), J.J. Rousseau (1712-1778) dan Basedow
(1723-1790). John Locke terkenal sebagai tokoh filsafat dan pendidik dengan
pandangannya tentang tabula rasa dalam arti bahwa setiap insane diciptakan
sama, sebagai kertas kosong. Dengan demikian melatih atau memberikan pendidikan
atau pandai menalar merupakan tugas utama pendidikan formal.
J.J. Rousseau adalah
seorang tokoh pendidikan yang berpandangan bahwa seorang anak harus dididik
sesuai dengan kemampuannya atau kesiapannya menerima pendidikan. J.B. Basedow
berpandangan bahwa pendidikan harus membentuk kebijaksanaan, kesusilaan, dan
kebahagiaan.
Benih rasionalisme
sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya,
Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia
memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya
itu adalah kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas
dari para filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan
rasional. Pandangan ini misalnya disokong oleh Descartes sebagai konsep
pemikiran aliran rasionalisme yang menyatakan bahwa: pengetahuan sejati hanya
didapat dengan menggunakan rasio.
Sumbangan
rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang
didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era
industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk
mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
untuk kesejahteraan manusia.
2. Empirisme
Asal kata empirisme
adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap pengalaman. Bahan yang
diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan yang merupakan sumber
pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian
yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang
tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti.
Ilmu haru sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang
diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to
experience).
Dapat diambil garis
merahnya bahwa Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan
dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme
menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat
diamati dan diuji. Oleh karena itu konsep aliran empirisme yakni: memiliki
sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh
ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan
penerapan metode ilmiah.
Para ilmuwan berkebangsaan
Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama
tradisi empirisme.
Francis Bacon telah
meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan
dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui
pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.
Pandangan Thomas
Hobbes sangat mekanistik. Karena merupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi
pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang
menyebabkan Thomas Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai
dengan kodratnya manusia berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai
orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti
bahwa manusia adalah srigala bagi manusia lain.
Sumbangan utama dari
aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode
ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah
fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama
dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengetahuan sosial itu berbeda dengan ilmu
alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam
metodologi ilmu pengetahuan sosial. Seringkali empirisme diparalelkan dengan
tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu
yang berbeda.
3. Realisme
Dalam pemikiran
filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada
pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian
realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim
idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan
teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama ataupun konsep pemikiran
dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan
didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari
observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa
kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat
diobservasi secara langsung.
Tradisi realisme
mengakui bahwa entisitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas)
dengan bantuan simbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Mediasi bahasa
dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile
Durkheim’ dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial.
Dalam area linguistik
atau ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh
mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian
bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai ‘la langue’ yaitu simbol-simbol
linguistic yang dapat diobservasi.
4. Idealism/ kritisme
Istilah idealisme
yang menunjukkan suatu pandangan dalam filsafat belum lama dipergunakan orang.
Namun demikian, pemikiran tentang ide telah dikemukakan oleh Plato sekitar
2.400 tahun yang lalu. Menurut Plato, realitas yang fundamental adalah ide,
sedangkan realitas yang tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide
tersebut. Bagi kelompok idealis alam ini ada tujuannya yang bersifat spiritual.
Hukum-hukum alam dianggap sesuai dengan kebutuhan watak intelektual dan moral
manusia. Mereka juga berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang mendasar
antara manusia dengan alam. Manusia memang bagian dari proses alam, tetapi ia
juga bersifat spiritual, karena manusia memiliki akal, jiwa, budi, dan nurani.
Dan dapat disimpulkan
bahwa Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa
doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari
kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang
kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman
inderawi.
Kelompok yang
mengikuti pandangan ini cenderung menghormati kebudayaan dan tradisi, sebab
mereka mempunyai pandangan bahwa nilai-nilai kehidupan itu memiliki tingkat
yang lebih tinggi dari sekadar nilai kelompok individu. Ini menunjukkan bahwa
kekuatan idealisme terletak pada segi mental dan spiritual kehidupan.
Pandangan Plato bahwa
semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai
sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan
garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan
materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi
gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya
berdasarkan materi dan fisik.
Salah satu sumbangan
dari tradisi filsafat idealisme adalah pengaruh idealism platonic dalam agama
kristen. Dalam Perjanjian Baru terdapat gagasan yang diagungkan, yakni
“Permulaan adalah kata-kata”. Pada gilirannya, dalam sejarah, pemikiran Kristen
turut memberikan andil dalam membentuk tradisi idealis terutama gagasan-gagasan
dari Sain Augustine dengan pengembangan konsep penyucian jiwa. Selain Kristen,
pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah mistisisme
Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran matematika oleh
bangsa-bangsa Arab. Gerakan-gerakan pemikiran inilah yang kemudian membentuk
dialektika modern antara idealisme dan materialism sejak era renaisans.
Sumbangan idealism
terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern
diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum
materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum
idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tidak
bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman.
Salah satu tokoh
pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique
of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi
tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan bahwa
pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada
dalam ruang kesadaran manusia.
Gagasan Kant yang
terkenal adalah ‘idealisme transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen
bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga
‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia.
Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel. Hegel mengenalkan
gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’
Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel
inilah yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’-sebuah konsep yang integral
dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’.
Aliran
kritisme/idealisme ini menjembatani pandangan rasionalisme dan empirisme.
Tokohnya adalah Emmanuel Kant (1724-1804). Menurut kant, baik empirisme maupun
rasionalisme , masing-masing kurang memadai, karena masih ada pernyataan yang
bersifat sintetis analitis, misalnya: semua kejadian ada sebabnya. Sedangkan
menurut Kant, berpikir adalah proses penyusunan keputusan yang terdiri dari
subjek dan predikat.
Dengan demikian,
pemikiran filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-gagasan Hegel dan
Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang berpaham bahwa
manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah membuktikan
vitalitas aliran idealisme Kantian.
5. Positivisme
Positivisme adalah
doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral
pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan
penelitian.
Terminologi
positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai
subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini
untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan
manusia.
Salah satu bagian
dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme
logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang menamakan dirinya
‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada awal abad ke-20.
Sebagai salah satu
bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu
pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris.
Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan perdebatan
tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik atas
positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian
sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas
realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi
kedalam kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial
sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif. Menjawab kritik
ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam
penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi
secara empiris.
Tokoh-tokoh yang
paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn,
Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para
tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun
pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.
6. Pragmatisme
Pragmatisme adalah
madzhab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James,
John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty.
Tradisi pragmatism
muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap
kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas.
Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu
pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai
sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan
kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.
Pada awalnya
pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara
satu dengan lainnya. Peirce, misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek
dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas
konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan
benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik.
James, tokoh yang
mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi
kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan
nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme
sebagai basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey
yang pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan
proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari
pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini
pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif
terhadap masalah yang dihadapi.
7. Konstruktvisme
Salah satu tokoh
konstruktivisme adalah Giambattista Vico yang mengemukakan bahwa pengetahuan
seseorang itu merupakan hasil kontruksi individu, melalui interaksi dengan
objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Jean Piaget mengemukakan bahwa
pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, baik melalui indera
maupun melalui komunikasi. Pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu itu
sendiri.
Tokoh lain yaitu E.
Von Glaserfeld yang mengemukakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu
tersebut sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. The Liang Gie
mengemukakan bahwa pengetahuan adalah seluruh keterangan dan ide yang
terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang dibuat mengenai suatu gejala atau
peristiwa. filsafat adalah sebuah ilmu yang terus berkembang, jadi selain
aliran dalam filsata diatas masih ada dan mungkin akan terus tumbuh berbagai
aliran lagi kedepannya.
Referensi;
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
Admin, 2006.
Ali Saifullah.HA. 1983. Antara Filsafat dan Pendidikan: Pengantar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
Admin, 2006.
Marimba, Ahmad D.,
Pengantar Filsafat Pendidikan. Cet .IV. Bandung, Al-Maarief, 1980.
Drs.H.Hamdani Ihsan dan Drs.H.A.Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia. Bandung.
Arifin M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 1994.
Jalaluddin & Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
Drs.H.Hamdani Ihsan dan Drs.H.A.Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia. Bandung.
Arifin M. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 1994.
Jalaluddin & Usman Said. Filsafat Pendidikan Islam; Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997
FILSAFAT SEJARAH
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat sejarah
tidak hanya masa lampau dalam masa sekarang tetapi juga berusaha untuk membuat
proyeksi ke masa depan. Beberapa pandangan atau aliran dalam pengkajian
sejarahbermacam-macam sehingga memerlukan beberapa pilihan untuk mengkaji lebih
lanjut. Dalam filsafat ada berbagai metode dan objek filsafat yang sangat perlu
untuk di ketahui. Makalah ini akan membahas beberapa hal tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Sejarah
Kesadaran manusia
tentang sejarah telah dimulai sejak adanya filsafat yang berfikir mengenai
sejarah, perkembangan bangsa dan bangunan. Beberapa ahli filsafat Yunani kuno
telah melangkah maju dengan berpendapat bahwa arus sejarah yang simpang siur
itu sebetulnya berdasar sebuah rencana yang masuk akal ( Meullen, 1987: 24).
Marcus Tullius Cicero menyebut Herodatus sudah berusaha menjaring sumber-sumber
yang dapat dipercaya dan berusaha dengan jujur untuk mencapai kebenaran (
Pospoprodjo, 1987 : 10). Namun demikian istilah filsafat sejarah baru untuk
pertama kali di kemukakan oleh Voltaire (1694-1778) (Lowith, 1970 : 1).
Ungkapan filsafat
sejarah secara tradisional berarti usaha memberikan keterangan atau tafsiran
yang luas mengenai seluruh proses sejarah ( Gardiner, 1987: 123). Filsafat
sejarah tidak hanya berusaha untuk memahami masa lampau dalam perspektif masa
kini, akan tetapi juga berusaha untuk membuat sesuatu proyeksi ke masa depan.
Kaerna itu seorang filosof filsafat sejarah berusaha untuk memehami
perkembangan kemanusiaan secara utuh.
Filsafat sejarah
dalam istilah lain disebut dengan Historisitas. Historisitas dalam filsafat
barat menjadi agenda penting pemikiran modern dan dianggap sebagai langkah
evaluatif yang dapat membuka pemahaman tentang masa depan. Historisitas tidak
hanya sebagai cirri khusus zaman moder, tetapi juga telah di alami oleh zaman
sebelumnya. Namun demikian Historositas tidak selalu di alami dengan cara yang sama pada setiap periode sejarah. Pada
zaman modern manusia lebih sadar akan historisitasdi bandingkan denga zaman
sebelumnya (Bertens, 1987 : 186). Manusia zaman modern dalam memahami
historisitasnya lebih dinamik dan kreatif, ia tidak hanya berusaha untuk
meramalkan tentang corak dan bentuk masa depan ideal yang di inginkannya lebih
dari ia berusaha untuk mewujudkan cita-citanya itu.
Russell, ( 1989 : 1)
mengatakan bahwa manusia dilahirkan dalam lingkungan masyarakat yang tidak
mereka ciptakan. Struktur sosial, ekonomi dan politik merupakan factor penentu,
apakah dapat memperlancar atau menghambat perkembangan biografis mereka. Maka untuk
memahami sejarah individu perlu dimengerti struktur yang membentuklatar
belakang atau pilihan-pilihan hidupnya. Agar para individu bias memahami
sejarah mereka maka hendaknya mereka berpegang teguh pada struktur yang jelas,
yaitu arah kecenderunga sejarah. Marx melihat proses sejarah sebagai upaya
untuk merekontruksi sejarah manusia untuk kembali ke zaman prasejarah yang
tanpa kelas. Comte mengemukakan bahwa sejarah adalah proses perkembangan
intelektual dan kebudayaan manusia. Sedangkan Spengler, Tonybebe dan Sorokin
melihat pasang surut, kebangkitan dan kehancuran kebudayaan manusia dalam
serah.
Berdasarkan kenyataan
bahwa sejarah tidak dapat di pastikan begitu saja perkembangannya, maka
muncullah kelompok historisme-kritis yang melawan aliran historisme. Aliran
historisme adalah aliran filsafat sejarah yang beranggapan bahwa ilmu-ilmu
sosial bertujuan untuk meramalkan perkembangan sejarah dengan membentuk alur
atau pola “ hokum atau frend” yang menentukan jalanya sejarah (Popper, 1985 :
3). Pandangan-pandangan tentang sejarah telah bantak di tampilkan oleh para
filosof filsafat sejarah. Hal ini menandakan bhwa filsafat sejarah ada gunanya
terlebih bagi peneliti sejarah. Ankersmith, (1987 : 10) mengatakan bahwa dengan
di latarbelakangi oleh filsafat sejarah, seorang peneliti sejarah akan lebih
mampu mengadakan suatu penilaian pribadi mengenai pengadaan pangkajian sejarah
masa kini dengan memuaskan. Sebab pengkajian sejarah turut di tentukan oleh
diskusi-diskusi antara filosf sejarah mengenai tujuan kemungkinan-kemungkinan
dalam pengkajian sejarah. Pengetahuan mengenai filsafat sejarah, memaparkan
latar belakang bagi seorang ahli sejarah untuk menentukan posisinya sendiri
terhadap usaha-uaha memasukkan pendekatan baru terhadap
sejarah.
B. Aliran Dalam Pengkajian Sejarah
Dalam pengkajian
sejarah banyak terhadap aliran yang oleh tiap pendukungnya terus disuarakan
sehingga perlu diadakan suatu pilihan.
Aliran tersebut
diantaranya :
1. Filsafat Sejarah
Hegel
George Wilhem Friedrich Hegel (1770-1831) merupakan seorang
filosof idealis, ia yakin bahwa atau jiwa adalah
realitas terakhir. Ia juga seorang filosof manis dalam fakta, ia berpendapat
bahwa setiap hal yang berhubungan satu sama lain dalam system besar dan
kompleks atau keseluruhan yang sisebut dengan absolute. Idealis manistik
sebagaimana yang ia kemukakan disebutnya dalam Phenomenology of Mind, membawa
Hegel pada keyakinan bahwa terdapat suatu pemikiran atau subtansi mental
(Collinson, 200 : 142).Teorinya tentang kebenaran berkaitandengan ini, karena
ia berpendapat bahwa yang riil adalah apa yang rasional dan bahwa yang benar
adalah keseluruhan.
Hegel dalam bukunya Philosophy of Histori
mengembangkan sebuah teori yang didasarkan pada pandangan bahwa Negara
merupakan realitas kemajuan pikiran kea rah kesatuan dengan nalar. Ia melihat
Negara aebagai kesatuan wujud dari kebebasan objektif dan nafsu subjektif
adalah organisasi rasional dari sebuah kebebasan yang sebenarnya berubah-ubah
dan sewenang-wenang jika di biarkan pada tingkah laku individu. Dalam bukunya
mengenai filsafat sejarah Hegel membahas dunia timur, dunia Yunani-Romawi dan
dunia Germania. Pembagian ini didasarkan
atas Trias Hegel yakni : roh
objektif, roh subjektif dan roh mutlak. Dalam dunia Timur, roh belum sadar
diri, manusia masih dalam keadaan alami sedangkan roh berkarya dan menyusun
dalam objektifitas ( seperti hukum alam). Dalam dunia Yunani-Romawitimbullah
subjektifitas, roh menempatkan diri di luar dan berhadapan dengan apa yang
secara objektif ada. Akan tetapi roh subjektif kurang memahami kenyataan
objektif. Baru dengan munculnya roh mutlak didalam dunia Germania terjadi
perukunan antara yang subjektif dan yang objektif ( Smith, 1987 : 38-39).
Filsafat sejarah bagi Hegel representasinya yang nyata terlihat dalam bentuk-
bentuk kekuasaan dalam Negara.
Negara merupakan realitas kemajuan pikiran ke arah kesatuan yang nalar. Ia
melihat bahwa Negara adalah kesetuan wujud kebebasan objektif dan nafsu
subjektifnya adalah organisasi rasional dari sebuah kebebasan yang sebenarnya
berubah-ubah dan sewenang-wenang jika di biarkan pada tingkah laku individu (
Collinson, 2001 : 143) lebih lajut dalam pengantar bukunya Philosophy of
History ia menulis :
“ Negara adalah ide tentang roh didalam perwujudan
lahir kehendak manusia dan kebebasanya. Maka bagi Negara, perubahan dalam aspek sejarah tidak dapat membatalkan pemberian itu
sendiri dan berbagai tahap yang berkesinambungan dengan ide mewujudkan diri
mereka di dalamnya sebagai prinsip-prinsip politik yang jelas” ( Hegel, 2001:
65).
Negara adalah tujuan yang sesungguhnya dari manusia,
tidak sekedar sarana. Negara mendamaikan kepentingan perorangan dan masyarakat.
Negara didirikan atas ketaatan hak-hak perorangan pada kewajiban-kewajiban
masyarakat.
2.
Filsafat Sejarah Karl Marx
Karl Heinrich Marx ( 1818-1883) adlah filosof Jerman
yang pemikiranya telah menjadi inspirasi dasar “ Marxisme” sebagi ideology
perjuangan kaum buruh, yang menjadi komponen inti dari ideology komunisme
pemikiran Marx juga telah menjadi salah satu rangsangan besar bagi perkembangan
sosiologi, ilmu ekonomi dan filsafat kritis ( Magnis-Suseno, 2000:3). Pemikiran
Mark tidak hanya tinggal diam di wilayah teori, melainkan ideology yang di
kenal ideology Marxisme dan komunisme. Ideologi ini dalam sejarah telah menjadi
kekuatan sosial politik. Dalam sejarah filsafat barat hanya Marx yang
mengembangkan sebuah pemikiran yang pada dasar filosofis namun kemudian menjadi
teori perjuangan gerakan pembebasan. Motor perubahan dan perkembangan menurut
Karl Marx adalah pertentangan antara kelas-kelas sosial, bukan oleh
individu-individu tertentu ( Magnis-Suseno, 2000:125). Maka menurut Marx tidak
tepat jika sejarah di pandang sebagai hasil tindakan raja-raja dan orang-orang
besar lainya.
Apa yang di putuskan dan di usahakan oleh orang-orang
besar yang dikenal dari buku-buku sejarah popular, meskipun tidak pernah tanpa
kepentingan atau cita-cita. Dalam garis besarnya selalu akan bergerak dalam
rangka kepentingan kelas mereka serta mencerminkan struktur kekuasaan
kelas-kelas dalam masyarakat yang bersangkutan.
Tiga tahap filsafat sejarah Marx menggambarkan pola “
satu langkah ke belakang, dua langkah ke depan”. Komunitas-komunitas primitif
harus di hancurkan terlebih dahulu sebelum satu komunitas bisa di buat lagi
pada tingkat yang lebih sempurna. Materialisme histories menekankan bahwa
tahap-tahap berurutan dalam penghancuran ini juga sebagai tenggang waktu.
Ketika para produsen dengan cepat terpisah dari sarana-sarana produksi mereka,
maka kerja mereka semakin produktif. Pemisahan ini berlangsung sangat ekstrim
dalam kapitalisme yang notabene juga salah satu tahap dimana perkembangan
kekuatan-kekuatan produksi mencapai tingkat yang paling tinggi ( Elster,
2000:16)
Marx membedakan Arga tahapan manusia :
- Tahap pertama : Adalah masyarakat purba sebelum pembagian kerja dimulai.
- Tahap kedua-yang masih berlangsung : adalah tahap pembagian kerja sekaligus tahap kepemilikan hak pribadi dan hak keterasingan.
- Tahap ketiga : adalah tahap kebebasan yaitu apabila hak milik pribadi telah di hapus ( Magnis, 2000: 102)
Jadi system hak milik pribadi bukan sebuah “
kecelakaan” melainkan tahap yang pasti dalam perjalanan umat manusia ke tahap
kebebasan. Tahap hak milik pribadi tidak dapat di hindari karena pembagian
kerja juga tidak bisa dihindari. Hanya melalui pembagian kerja umat manusia
dapat menjamin keberlangsungan hidupnya. Maka meskipun keterasingan manusia
dinilai negative, tetapi keterasingan tersebut merupakan tahap yang harus
dilalui oleh umat manusia.
Menurut Marx masyarakat masa depan yang di idealkan
adalah komunisme. Seperti yang di kutip oleh Fromm dalam Manuskrip II, Marx
menegaskan bahwa : komunismne merupakan penghapusan kepemilikan pribadi secara
positif yang merupakan apresrasi nyata dari watak manusia melalui dan untuk
manusia. Komunisme pengembalian manusia sebagai makluk sosial yaitu
pengembalian yang lengkap dan sadar yang mencampurkan semua kekayang dan
perkembangan sebelumnya. Komunisme sebagai naturalisme yang paling maju adalah
humanisme, dan humanisme yang paling maju adalah naturalisme. Tentang struktur
mana yang mendukung atau memajukan kebebasan tindakan mereka semua.
Patrick Gardiner (1985 : 123-124) mengatakan bahwa
ungkapan filsafat sejarah menunjukkan kepada dua jenis penyelidikan yang sangat
berbeda. Secara tradisional ungkapan tersebut telah digunakan untuk menunjukkan
kepada usaha memberikan keterangan atau tafsiran yang luas mengenai seluruh
proses sejarah. Filsafat sejarah dalam arti ini disebut “ filsafat sejarah
formal atau spekulatif” yang secara khas berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan
seperti “ apa arti (makna, tujuan ) sejarah? “atau
hukum-hukum pokok mana yang mengatur perkembangan dan perubahan dalam
sejarah?”. Diatara tokoh-tokoh utama yang paling mewakili tepri ini : Vico,
Herder, Hegel, Comte, Marx, Tonybee dan lain-lain.
Secara modern ungkapan tersebut berarti suatu kritik
terhadap filsafat sejarah formal atau spekulatif, terutama kritik dari sudut
logika maupun metodologi. Filsafat sejarah dalam arti ini disebut dengan “
Filafat sejarah kritis” dengan tokohnya antara lain Popper.
David Bebbyngton (1979 :17-20) membagi filsafat
sejarah ke dalam lima aliran yaitu :
- Aliran Siklus.
Yang berpandangan bahwa alur perkembangan sejarah itu
tidak maju, tetapi selalu kembali seperti perputaran musim. Tokoh yang mewakili
aliran ini adalah Nietzsche dan Tonybee.
- Aliran pemikiran yang khusus berhubungan dengan tradisi Yahudi dan Kristiani.
Aliran inn sangat dipengaruhi oleh pandangan agama.
Sejarah tidak hanya dilihat sebagai siklus, akan tetapi juga sebagai gerak
garis lurus. Tokoh yang bergabung dalam aliran ini adalah Agustinus dan
Niehbuhr.
- Aliran pemikiran yang melihat perkembangan sejarah sebagai suatu proses yang bergerak secara linier kea rah kemajuan.
Filosof
yang mewakili aliran ini adalah Comte.
- Aliran Historisme.
Aliran ini menolak keyakinan bahwa sejarah adalah
linier. Menurut mereka perkembangan sejarah sangat di tentukan oleh berbagai
factor dalam kebudayaan manusia.
Tokoh yang bergabung dalam aliran ini ialah Vico,
Ranke, Collingwood.
- Aliran yang dipengaruhi oleh filsafat sejarah Marxisme
John Edward Sulivan ( 1970 : 265-290) dalam bukunya
Propets of The Wesr ; An Intruduction to the
Philosophy of History, mengatakan bahwa para filosof filsafat sejarah dalam
pandangannya tentang sejarah berdasarkan pada situasi yang di hadapi pada waktu
itu dan mencoba untuk memperlihatkan komunisme adalah solusi teka-teki sejarah
dan mengetahui bahwa dirinya merupakan solusi ( Fromm, 2001:168). Komunisme
3.
Filsafat Sejarah Auguste Comte
Auguste Comte ( 1798-1870) adalah pendiri aliran
filsafat positivisme yang anti metafisisme. Ia hanya menerima fakta-fakta yang
ditemukan secara positif –ilmiah. Baginya tidak ada gunanya mencari “ kakekat”
kenyataan. Hanya ada satu hal yang terpenting yaitu “ Savor p our prevour” ( mengetahui supaya siap
untuk bertindak, mengetahui supaya manusia dapat menantikan apa yang akan
terjadi) (Hamersma, 1983 :54). Manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan
hubungan antara gejala-gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan
terjadi.
Hubungan antara gejala-gejala oleh Comte disebut
‘konsep-konsep’dan ‘hukum-hukum’. Hukum-hukum bersifat ‘positif ‘. Positif
dalam arti Comte adalah yang berguna untuk diketahui. Sejarah umat manusia,
jiwa manusia, baik secara individual maupun secara kelompok berkembang menurut
hukum tiga tahap, yaitu tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik atau abstrak
dan tahap positif atau riel ( Koento Wibisono, 1982 :11).
C. Metode Filsafat
Sebenarnay jumlah metode filsafat hampir saam
banyaknya dengan definiusi para ahli dan filusuf sendiri karena metode adalah
suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan
filusuf itu sendiri.
Beberapa metode filsafat :
- Metode Kritis : Socrates dan Plato
Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat atau
aturan-aturan yang dikemukakan orang merupakan hermenecetika yang menjelaskan
keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya ( berdialog),
membedaka, membersihkan, menyisihkan dan menolak yang akhirnya ditemukan
hakikat.
- Metode Intuitif : Plotinus dan Bergson
Dengan jalan metode
intuitif dan dengan pemakain symbol-simbol diusahakan membersihkan intelektual
( bersama dengan pencucian moral) sehingga tercapai suatu penerangan pemikiran.
Sedangkan Bergson denga jalan pembaura antara kesadaran dan proses perubahan,
tercapai perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
- Metode Skolastik : Aristoteles, Thomas Aquinas, filsafat abad pertengahan.
Metode ini bersifat sintesis-deduktif dengan bertitik
tolak dari definisi- definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya
ditarik kesimpulan-kesimpulan.
- Metode Geometris : Rene descarfes dan pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks dicapai
intusi akan hakikat- hakikat sederhana ( ide terang da berbeda dengan lainya)
dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan secara matematis segala pengertian
lainya.
- Metode Empiris : Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume.
Hanya pengalamanlah yang menyajikan pengertian benar,
maka semua pengertian ( ide-ide) dalam intropeksi di bandingkan dengan
cerapan-cerapan ) impresi dan kemudian disusun bersama secara geometris.
- Metode Transendal : Immanuel Kant dan Neo Skolastik
Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian
tertentu dengan jalan analisis diselisiki syarat-syarat aprori bagi pengertian
demikian.
- Metode Fenomenologis : Huserl, Eksistensialisme.
Yakni dengan jalan beberapa pemotongan sistematis
(reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaram mencapai penglihatan
hakikat-hakikat murni. Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
tentang segala sesuatu yang menampakkan diri atau membicarakan gejala. Hakeat
segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan. Menurut Huserl ada 3 macam
reduksi yaitu :
- Reduksi Fenomenologis
- Reduksi Eidetis
- Reduksi Transendental
- Metode Dialektis : Hegel dan Marx
Dengan jalan mengikuti pikiran atau alam sendiri
menurut triade tesis, antitesis, sintesis dicapai hakekat kenyataan. Dialektis
itu di ungkapkan sebagai tiga langkah yaitu dua pengertian yang bertentangan
kemudian di damaikan ( tesis-antitesis-sintesis)
- Metode non-Positif.
Kenyataan yamg di pahami menurut hakikatnya dengan
jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif
(eksata).
- Metode Analitika Bahasa : Wiittgenstern.
Dengan jalan analisa pemakaina baahsa sehari-sehari
ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini dinilai cukup
netral sebab sama sekali tidak mengendalikan salah satu filsafat.
Keistimewaanya adalah semua dan hasilnya selalu didasarkan pada penelitian
bahasa yang logis.
D. Objek Filsafat
Objek filsafat ini terdiri dari
1. Objek
Meterial Filsafat.
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian
atau pembentukan pengetahuan atau hal yang di selidiki. Di pandang atau di
sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencangkup apa saja hal-hal yang konkrit ataupun
abstrak. Menurut Dr. H. A. Dardiri bahwa objek material adalah sesuatu
yang ada, baik yang ada dalam pikiran, kenyataan maupun yang ada dalam
kemungkinan. Segala yang ada itu di bagi menjadi dua yaitu :
a. Ada yang bersifat umum (ontology ), yakni ilmu yang
menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi menjadi dua yaitu
ada secara mutlak ( theodicae) dan tidak mutlak yang trdiri dari manusia (
antropologi metafisik) dan ( kosmologi).
2. Objek
Formal Filsafat.
Yaitu sudut pandang yang di tunjukkan pada bahan dari
peneliti atau pemberntukan pengetahuan, suatu dari sudut mana objek material
tersebut di pandang .
Contoh
:
Objek
materialnya adalah manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda
sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia diantaranya Psikologi,
Antropologi, Sosiologi dsb
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ungkapan
filsafat sejarah secara tradisonal adalah usaha untuk memberikan keterangan
atau tafsiran yang luas mengenai seluruh proses sejarah.
2. Filsafat
sejarah tidak hanya untuk memahami masa lampau dalam pandangan masa kini, akan
tetapi juga berusaha untuk membuat proyeksi ke masa depan.
3. Aliran
dalam pengkajian sejarah : filsafat sejarah Hegel, filsafat sejarah Karl Marx,
filsafat sejarah Auguste Comte.
4. Metode-metode
dalam filsafat : Metode Kritis, metode intuitif, metode sekolastik, metode
geometris, metode empiris, metode transcendental, metode fenomenologis, metode
dialektis, metode non-positifisme, metode analitika bahasa.
5. Objek
dalam filsafat : Objek material filsafat, objek formal
filsafat.
B. Penutup
Kami
sadar dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca
untuk perbaiakan yang akan dating.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar